"To revolt today, means to revolt against war" [Albert Camus]

 

Blog ini berisi working paper, publikasi penelitian, resume berikut review eksemplar terkait studi ilmu-ilmu sosial & humaniora, khususnya disiplin sosiologi, yang dilakukan oleh Wahyu Budi Nugroho [S.Sos., M.A]. Menjadi harapan tersendiri kiranya, agar khalayak yang memiliki minat terhadap studi ilmu-ilmu sosial & humaniora dapat memanfaatkan berbagai hasil kajian dalam blog ini dengan baik, bijak, dan bertanggung jawab.


Senin, 29 Agustus 2011

Filosofi Tatapan Mata

Filosofi Tatapan Mata

Oleh: Wahyu Budi Nugroho



Tatapan mata atau yang dalam kamus populer filsafat Perancis diistilahkan dengan le regard, faktual menyimpan segudang simbol dan makna tersendiri. Terkait hal tersebut, filsuf kenamaan Perancis, Jean Paul Sartre, memiliki perhatian khusus terhadapnya. Lebih jauh, simak pemikirannya mengenai le regard di bawah ini.
---
Menurut Sartre, le regard 'tatapan mata' mengandung beragam simbol dan pemaknaan sebagai berikut...

Simbol Keberanian yang Bersifat Menantang atau Melawan
Tatapan mata sebagai simbol keberanian yang bersifat menantang atau melawan. Terkait hal tersebut, Sartre mengambil contoh kode etik dalam dunia militer. Apabila seorang bawahan atau serdadu diketahui menatap mata seorang jendral, kolonel atau perwira tinggi lainnya, maka seketika serdadu tersebut dapat dikenai sanksi. Dan, apabila kita cermati, setiap prajurit yang tengah menghadap atasannya, baik sendirian maupun bersama-sama, tatapan matanya selalu lurus ke depan, tak satu pun dari mereka yang berani menatap langsung mata atasannya, begitu pula dalam kegiatan baris-berbaris.       

Simbol Mengobjekkan/Membendakan/Mempermalukan
Terkait hal di atas, Sartre mengambil contoh seorang ayah yang tengah "memelototi" anaknya. Ketika kejadian tersebut tengah berlangsung, apa yang hendak disampaikan sang ayah pada anaknya yang mungkin telah melakukan kesalahan adalah, anak itu diminta untuk menilai dirinya/tindakannya sendiri melalui sepasang mata membelalak yang ditujukan padanya. Dengan demikian, ia ibarat benda yang bebas dinilai, hanya saja sang anak syarat memberikan penilaiannya sendiri. Ketika momen tersebut tengah berlangsung, terjadi "perpecahan" dalam diri sang anak, yakni ia sebagai manusia, dan ia sebagai benda. Dapatlah dibayangkan, betapa "muaknya" seseorang jika berada dalam situasi dan kondisi yang demikian. 

Simbol Pengekangan
Menurut Sartre, tatapan mata dapat pula dimaknai sebagai simbol pengekangan. Ia mengambil contoh, apabila kita tengah berbicara sendiri dan tiba-tiba seseorang melihat kita, dengan segera kita akan berpura-pura bernyanyi atau bersiul. Ini membuktikan betapa tatapan mata membuat kita "tak bebas". Begitu pula, ketika di sebuah kerumunan, kita akan merasa sangat sungkan untuk mengupil atau menggaruk bagian-bagian vital tubuh meskipun gatal yang kita rasakan teramat sangat.

Simbol "Penjajahan"
Mengapa tatapan mata dapat dimaknai sebagai simbol "penjajahan"? Penjajahan sebagaimana dimaksudkan di sini adalah "penjajahan atas dunia individu". Terkait hal tersebut, Sartre mengambil contoh mengenai kesendiriannya di sebuah taman. Ketika ia tengah sendiri di tempat itu, kursi taman, air mancur, rerumputan hijau, bunga-bunga dan segala hal yang terdapat di taman itu menjadi "objek" penglihatannya. Namun, tiba-tiba seseorang hadir di taman itu, ia tak lagi sendirian, kini, berganti dirinyalah yang "diobjekkan", ia tersipu malu, tertindas, ia (Sartre) pun berkata, "Orang itu telah merenggut duniaku...!". Dalam momen tersebut, Sartre merasa dunia seolah memiliki "lubang kecil" yang menyedot segala hal ke dalamnya, dan lubang kecil itu adalah tatapan mata seseorang...  


*****
Referensi:
  • Palmer, Donald. D. 2003. Sartre untuk Pemula. Yogyakarta: Kanisius.

4 komentar:

mz arifin mengatakan...

mata, mata-mata.
mata, pintu masuk ilmu.
mata2, adalah seorang cerdik yg mangintai, bisa berbarokah, bisa menghancurkan.

Wbn mengatakan...

saya jadi teringat sebuah perbincangan dengan seorang kolega;

kolega: Wahyu, penopang kepala itu apa?
saya: Leher!
kolega: Salah! yang benar mata! Sekali mata orang terluka, ia bakal mudah dihabisi...

terima kasih pak mz arifin, salam kenal dan ... salam hangat.

amka gabriel mengatakan...

konon kata sartre tatapan mata orang lain adalah neraka, l'inferno, yang menguliti dan menelanjangi dirinya sebagai manusia yang bereksistensi mutlak. Pemikiran Sartre unik dan antik namun sangat berbeda dengan filsuf Prancis lainnya yakni Gabriel Marcel yang lebih santun dan cinta harmoni.

Wbn mengatakan...

wajar kiranya mengingat gabriel marcel adalah eksistensialis berhaluan agamis.

salam kenal, thanks for the comment ;)

Posting Komentar

Facebook Connect

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger