Resume: 22 Segi Masalah Kependudukan
By Wahyu Budi Nugroho
Identitas Buku;
Pengarang: Lester R. Brown, et. al.
Penerbit: Sinar Harapan
Cetakan I, 1982
1. Kepandaian Membaca dan Menulis
Telah lima abad berlalu sejak Gutenberg menemukan mesin cetak, namun demikian prosentase penduduk buta huruf tetap saja begitu besar di dunia yakni mencapai kurang-lebih tujuh ratus juta jiwa pada tahun 1950 dan meningkat menjadi delapan ratus juta jiwa pada tahun 1975. Satu kendala akut yang dihadapi negara-negara berkembang ialah, umumnya masyarakat dengan tingkat buta huruf yang tinggi memiliki angka kelahiran yang tinggi pula. Dengan demikian, alokasi dana yang ada mau-tak mau teralokasikan pada berbagai program kesejahteraan di mana pendidikan belum mendapat perhatian yang cukup serius di dalamnya.
Diakui atau tidak, pemberantasan buta huruf dunia memiliki dua urgensi, antara lain urgensi ekonomis dan politis. Aspek pertama yakni ekonomi, sangatlah jelas jika mereka yang jauh lebih berpendidikan memiliki akses pada berbagai sumber daya pendapatan dan kekuasaan ketimbang pada mereka yang tak berpendidikan. Kedua, yakni aspek politik, tak dapat dipungkiri bahwa saat ini kerja sama internasional merupakan suatu yang lumrah dalam hubungan antarnegara. Dalam jejaring hubungan tersebut faktual akal sehat harus “berperan” di dalamnya, dan guna mewujudkan kondisi yang demikian (masyarakat berakal sehat) kepandaian membaca dan menulis memiliki kedudukan yang tak dapat dianggap remeh di dalamnya.
2. Perikanan Samudera
Suatu tesis yang menyatakan bahwa laut menyediakan sumber daya protein dan cadangan pangan tak terbatas sebagai konsekuensi tergerusnya persediaan pangan di darat faktual merupakan tesis kosong belaka. Tercatat, jumlah negara yang bersaing guna memperebutkan sumber daya laut kian meningkat pesat antara dekade 1960-an hingga 1970-an. Di satu sisi, hal tersebut diperparah dengan kegagalan program peternakan dan pertanian Uni Soviet yang seketika itu juga memaksa negara adikuasa tersebut turut turun bersaing dalam kancah perebutan sumber daya laut.
Beberapa negara yang tercatat dalam persaingan di atas antara lain Jepang , Korea Selatan , India , Soviet, Ekuador dan Peru . Khusus Peru , negara ini tercatat sebagai salah satu eksportir ikan terbesar di dunia. Hasil tangkapan ikan Peru menyumbang satu perlima dari total tangkapan ikan dunia. Namun demikian, dampak negatif dari eksploitasi laut besar-besaran tersebut tampak jelas di kemudian hari, jumlah ikan di sekitar 200 mil wilayah teritorial Peru kian menyusut jumlahnya. Hal tersebut memaksa Peru menghentikan kegiatan eksploitasinya hingga jumlah aman yakni 9,5 juta ton. Konsekuensi yang timbul kemudian jelas, hal tersebut menyebabkan kembali terjadinya tekanan eksploitasi pada sumber daya darat.
3. Tempat Tamasya
Tempat bermain golf, taman kota dan berbagai tempat tamasya lainnya telah menjadi persoalan yang cukup peka bagi masyarakat bebagai belahan dunia dewasa ini terkait dengan aspek “kepemilikan”. Di Jepang misalkan, tuntutan akan pembangunan lapangan golf meningkat drastis di mana tercatat jumlah pemain golf di negara tersebut dua kali lipat melebihi kapasitas lapangan golf yang ada.
Di sisi lain, pemugaran tempat-tempat tamasya layaknya taman nasional dan cagar alam faktual memiliki dampak negatif pula atas ekologi. Melalui hadirnya tempat-tempat tersebut, ini berarti bahwa kebutuhan akan air bersih, listrik, tempat pembuangan sampah dan berbagai hal lain yang kental terkait dengan kehidupan masyarakat modern kian meningkat. Hal yang ditimbulkannya kemudian sangat jelas, terutama meningkatnya polusi dan kerusakan alam. Sebagai respon atas hal tersebut, pemerintahan AS misalnya, memberlakukan izin masuk yang lebih ketat pada berbagai kawasan di atas, bahkan muncul wacana untuk menutup taman nasional sehari dalam setahun agar alam dapat “beristirahat”, memperbaiki dirinya dan tak terusik keindahan alaminya.
Hal lain yang juga patut diperhatikan adalah munculnya ekspansi teritori negara maju atas negara terbelakang di mana negara-negara maju membeli berbagai daerah negara terbelakang guna dijadikan tempat tujuan wisata warganya. Konkretnya, hal tersebut tampak melalui munculnya berbagai infrastruktur mewah di pedalaman Inca yang terpencil. Terkait fenomena tersebut, kerap kali negara-negara terbelakang tak memiliki bergaining position yang memadai atas negara-negara maju sehingga yang terjadi kemudian lebih tampak sebagai “ekspansi teritori”.
4. Pencemaran
Proses penghancuran sampah merupakan proses alami yang begitu penting bagi alam. Hanya saja, ketika jumlah sampah yang ada tak mampu lagi “dicerna” dan diproses oleh alam maka hal tersebut akan menimbulkan masalah urgen bagi kehidupan manusia. Tumpukan sampah yang tak mampu diproses oleh bumi bakal menimbulkan masalah bagi ketersediaan air bersih, lahan potensial berikut menimbulkan pencemaran udara. Dalam hal ini, bentuk-bentuk polusi semisal hidrokarbon khlorine dan radioaktif patut mendapat perhatian lebih mengingat jangka waktu begitu lama yang dibutuhkan berbagai polusi tersebut untuk hancur dan lebur.
Permasalahan pencemaran lain yang juga hadir sebagai back wash effect dari kegiatan ekonomi semisal residu pupuk kimia dan pestisida yang mengancam ketersediaan air bersih, upaya memperbesar cadangan minyak bumi yang merusak ekologi tundra Alaska berikut tumpahan berton-ton galon minyak yang terjadi di Torrey Canyon. Disadari atau tidak, kesemua hal di atas potensial mengancam kehidupan manusia di masa mendatang jika tak dilakukan penanganan dan perhatian lebih serius terhadapnya.
5. Inflasi
Tahun 1970-an menjadi titik tolak kecemasan akut para pemimpin dunia atas ancaman inflasi berkepanjangan. Para ekonom pun bertanya-tanya mengingat berbagai strategi guna mengatasi inflasi sebelumnya gagal diterapkan kala itu. Secara umum, inflasi terjadi ketika permintaan pasar tak mampu terpenuhi sehingga terjadi kelangkaan barang dan jasa.
Beberapa permasalahan inflasi di atas antara lain mencakup bidang pertanian dan perikanan berikut sektor perindustrian. Di bidang pertanian, hal tersebut tampak melalui ketidakmampuan pemenuhan pangan masyarakat. Sejak tahun 1970-an biaya produksi pertanian meningkat drastis yakni mencakup prihal ketersediaan pupuk urea dan pestisida, hal tersebut belum lagi dihadapkan pula pada permasalahan lahan yang kian susut dari waktu ke waktu serta jumlah penduduk yang kian bertambah secara signifikan.
Dalam sektor perikanan, ditemui drastisnya penurunan tangkapan ikan dari tahun ke tahun yang tak pelak disebabkan oleh eksploitasi berlebih pada periode-periode sebelumnya. Di bidang perindustrian, penyebab inflasi mirip dengan sektor pertanian yakni akibat membengkaknya biaya produksi sehingga mengakibatkan kian mahalnya pula komoditas yang muncul di pasaran.
6. Penyakit Karena Pencemaran Lingkungan
Tak dapat dipungkiri bahwa pencemaran lingkungan diakibatkan oleh ulah manusia sendiri yakni merupakan ekses diterapkannya teknologisasi yang membawa efek toxic. Penggunaan bahan kimia dan asap pembakaran pabrik yang menyebabkan perubahan lingkungan memunculkan beragam penyakit seperti emphysema, lumpuh, infeksi, penyakit jantung dan kanker.
Dalam hal ini, kanker terutama, menjadi momok masyarakat dewasa ini. Suatu penyakit yang sebelumnya tak pernah ditemui dalam catatan sejarah umat manusia dan terjadi akibat mutasi tubuh dengan bahan-bahan kimiawi. Kanker merupakan jenis penyakit yang tak pandang bulu, menyerang baik mereka yang tua maupun yang muda serta baik si kaya maupun si miskin. Tercatat, satu perlima kematian anak-anak usia di bawah 15 tahun diakibatkan oleh penyakit ini. Kanker dapat timbul melalui air, udara dan tanah yang tecemar oleh zat-zat kimiawi dan kemudian bersenyawa dengan tubuh.
7. Kelaparan
Kelaparan menjadi kecemasan yang saling berhubungan dengan permasalahan kependudukan lainnya. Harga pupuk tinggi dan persediannya terbatas, di sisi lain kotoran hewan lebih kerap digunakan sebagai bahan bakar ketimbang pupuk mengingat kian langkanya kayu bakar. Hal tersebut diperparah dengan ledakan jumlah penduduk yang terjadi. Kesemua hal tersebut tak pelak mengakibatkan kerawanan pangan. Kini, dunia internasional makin tergantung dengan hasil produksi pertanian Amerika Utara. Sebelumnya, sempat muncul harapan mampu teratasinya permasalahan pangan dunia, namun dengan kegagalan besar panen Uni Soviet membuat harapan tersebut kian “jauh panggang dari api”.
8. Perumahan
Rumah berdinding tanah liat datar Di Timur Tengah serta rumah berbahan baku bambu di Asia menunjukkan keanekaragaman budaya yang ada. Namun demikian, dengan munculnya banyak permintaan atas rumah, maka semakin banyak pula kebutuhan akan kayu, semen, tanah dan bahan bakar. Faktual, hal tersebut pada akhirnya menyebabkan kian terbatasnya kemampuan penyediaan rumah.
Baik di negara berkembang maupun negara maju kurangnya ketersediaan rumah kiranya begitu dirasakan dewasa ini. Di negara berkembang, di mana kota didaulat sebagai pusat pembangunan dan pertumbuhan, hal tersebut menyebabkan harga rumah di perkotaan kian mahal. Konsekuensi yang muncul kemudian, banyak keluarga yang tak mampu membeli atau menyewa rumah di perkotaan sehingga terdesak ke daerah pinggiran dan mendirikan rumah-rumah yang terbuat dari kardus atau kaleng. Hal tersebut jelas menimbulkan masalah mengingat kurangnya akomodasi pendidikan, kesehatan, air bersih dan berbagai pelayanan dasar lainnya pada lingkungan kumuh. Di negara maju, satu dari lima keluarga tak mampu membeli rumah sendiri pada tahun 1920-an, dengan berangsung-angsur meningkatnya kegiatan ekonomi, pada tahun 1950-an hasrat besar masyarakat negara maju untuk memiliki rumah di tengah hijaunya alam bukan impian lagi. Namun, di era 1970-an kembali terjadi kelangkaan rumah layaknya pada tahun 1920-an di mana satu dari lima keluarga tak mampu memiliki rumah sendiri.
9. Perubahan Iklim
Tak dapat disangsikan lagi bahwa manusia memiliki andil besar dalam membentuk wajah lingkungannya. Perubahan iklim yang tak disengaja mengakibatkan perubahan pola hidup, ancaman kesehatan dan berbagai kerentanan lainnya. Pembakaran bahan bakar fosil dan kayu bakar tak pelak mengingkatkan kadar karbondioksida, begitu juga dengan debu sebagai ekses kegiatan pertanian dan perkotaan, kesemua hal di atas menyebabkan perubahan suhu dan iklim di mana pada akhirnya mempengaruhi curah hujan. Bila hal ini terjadi, maka dapat ditelisik secara ekplisit bakal mengancam produksi pangan dunia.
10. Penggembalaan yang Melampaui Batas
Apabila jumlah penduduk meningkat maka jumlah hewan ternak pun otomatis akan meningkat. Bila hal tersebut terjadi tanpa dibarengi perhatian yang serius maka dapat berdampak pada banyak gundulnya padang rumput. Di satu sisi, akan lebih berbahaya lagi jika hewan ternak tak hanya menggunduli padang rumput tetapi juga merusak pepohonan dan ternak. Penggembalaan ternak di negara berkembang telah mengakibatkan banyaknya lahan gundul dan begitu riskan mengakibatkan terjadinya erosi. Apabila erosi terjadi di banyak tempat maka tanah tak akan mampu lagi menunjuang kehidupan masyarakat sekitar.
11. Hidup Berdesak-Desakan
Di Jawa, kepadatan penduduk yang terjadi begitu nyata. Banyak penduduk mengungsi ke daerah pegunungan dan bercocok tanam di sana sehingga ketika letusan gunung terjadi mereka harus dievakuasi dan tak sedikit pula di antaranya yang menjadi korban. Di Bangladesh, penduduk terpaksa mengungsi pada dataran paling rendah untuk hidup sehingga kerap kali menjadi korban banjir ketika musim hujan tiba.
Percobaan dalam laboratorium menunjukkan bahwa hidup berdesak-desakan berdampak buruk pada tikus, kelinci, kijang dan hewan lain. Penelitian lebih lanjut membuktikan bahwa hidup berdesak-desakan menimbulkan kekacauan tingkah laku sosial. Hubungan sosial menjadi lebih keras karena merebutkan sumber daya yang terbatas.
12. Pendapatan
Ahli pembangunan ekonomi selama ini memusatkan perhatian pada pertumbuhan penduduk. Hal tersebut penting mengingat pertumbuhan penduduk menyita begitu banyak hasil-hasil pembangunan. Sempat suatu kali, perdana menteri Kuba menegaskan bahwa pada tahun 1980-an setiap keluarga di Kuba akan memiliki rumah, mobil, kulkas besar dengan beranekaragam makanan di dalamnya. Namun, faktual hal tersebut tak terwujud, terjadi penurunan angka pertumbuhan ekonomi yang tak disangka sebelumnya. Tetapi, perlu dicatat pula kiranya, hal tersebut tak hanya terjadi di negara berkembang, tetapi juga di negara maju, sebut saja Soviet, Amerika Serikat, Prancis, Jerman dan Jepang.
Apabila laju pertumbuhan penduduk tetap terjadi secara radikal tanpa diimbangi pertumbuhan ekonomi yang memadai maka kesempatan untuk meningkatkan kualitas kehidupan jelas tak mungkin dilakukan. Masalah sosial dan politik yang berkonsekuensi pada kerawanan kehidupan manusia dipastikan bakal terjadi.
13. Urbanisasi
Revolusi Industri di Inggris pada abad 19 tak pelak menarik minat masyarakat desa untuk bermigrasi ke daerah perkotaan. Di satu sisi, jumlah lahan pedesaan kian menyusut dari waktu dan dari generasi ke generasi. Hal tersebut mengakibatkan kian rendahnya mutu hidup manusia dan masarakat di hari depan.
Dampak lain yang hadir bersamaan urbanisasi telah jelas, kian munculnya banyak pengangguran perkotaan, pendapatan yang kian minim akibat ketidakmampuan masyarakat desa mengikuti pola dan gaya hidup masyarakat kota . Kesemua hal di atas, sebagaimana kita ketahui bersama, kian meningkatkan angka kemiskinan penduduk.
14. Penggundulan Hutan
Pertumbuhan penduduk yang signifikan berdampak pada kian susutnya luas hutan di dunia. Beberapa hal tersebut tampak melalui munculnya penggundulan hutan guna lahan pertanian, eksploitasi hasil-hasil hutan guna kepentingan perumahan dan lain sebagainya. Dampak dari perilaku tersebut begitu jelas, yakni menyebabkan terjadinya erosi tanah dan memunculkan bencana tanah longsor berikut kian terbatasnya ketersediaan udara bersih.
15. Sengketa Politik
Pertumbuhan penduduk yang cepat mengakibatkan kian langkanya berbagai sumber daya yang dibutuhkan manusia. Hal ini, sebagaimana diakui, tak hanya berpengaruh pada konstelasi nasional tetapi juga dunia internasional. Permintaan atas sistem politik yang memadai guna menuntaskan segala permasalahan di atas meningkat signifikan. Di satu sisi, permintaan tersebut tak dapat dipenuhi secara instan sehingga pada akhirnya menyebabkan stagnasi sistem politik. Hal tersebut, setidaknya saat ini tampak melalui ketidakmampuan pemerintah menyediakan lapangan kerja, pangan berikut tampat tinggal bagi warganya. Penelitian atas hubungan pertumbuhan penduduk dengan sengketa politik masih jarang dilakukan, oleh karenanya perhatian atas tema-tema tersebut perlu secara serius dilakukan.
16. Hasil Tambang
Menurut penelitian yang dilakukan, ekspolitasi hasil tambang dewasa ini jauh lebih besar dan masif ketimbang yang terjadi di era Perunggu hingga Perang Dunia II. Saat ini eksploitasi yang dilakukan atas barang-barang tambang terjadi secara merata. Hal tersebut memunculkan ancaman yang jelas bahwa beberapa dekade ke depan barang-barang tambang akan habis. Oleh karenanya, perhatian atas eksploitasi barang tambang yang bertanggung jawab bagi generasi mendatang syarat dilakukan.
17. Pelayanan Kesehatan
Tercatat, kebutuhan akan pelayanan kesehatan kian meningkat dari waktu ke waktu, dalam hal ini, setiap tahun terdapat 70 juta manusia yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Hal tersebut disadari atau tidak, sebagai konsekuensi pula atas pesatnya laju pertambahan penduduk. Sayangnya, permintaan yang signifikan atas pelayanan kesehatan tak mampu dipenuhi, ini berarti angka kematian bayi atau ibu melahirkan dapat diprediksi bakal meningkat dari tahun ke tahun. Di sisi lain, ide penggunaan petugas kesehatan bakal sia-sia belaka jika laju pertumbuhan penduduk tetap tak terbendung.
18. Air
Dahulu, sumber air perkotaan cukup diperoleh melalui sumber-sumber yang terdapat di sekitar pemukiman semisal sumber air tanah dangkal. Namun, dewasa ini hal tersebut tak memungkinkan lagi. Kini, kebutuhan akan sumber air harus diperoleh atau dikirim melalui daerah lain, semisal melalui waduk atau perusahaan air minum. Hal tersebut disebabkan oleh kian meningkatnya kebutuhan air akibat ledakan jumlah penduduk. Andaikan hal tersebut terus berlangsung, maka tak pelak bakal memicu kelangkaan air di masa mendatang.
19. Pengangguran
Munculnya fenomena imigran gelap yang rela mengorbankan hubungan kebangsaan, tanah air, bahkan kekeluargaan merupakan indikator betapa putus asanya orang-orang tersebut dalam memperoleh pekerjaan. Mereka mengorbankan rasa malu sebagai imigran gelap demi mendapatkan penghasilan.
Harus diakui, fenomena di atas terjadi akibat ketidakmampuan suatu pemerintahan menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya. Tercatat, perbandingan antara pencari kerja dengan lapangan kerja adalah 2:1. Idealnya, pada setiap 1% kenaikan jumlah penduduk layaknya diikuti dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 3%. Pengangguran memiliki berbagai implikasi sosial dan psikologis antara lain putus asanya seseorang karena matinya daya cipta dan kreasi, rasa malu pada lingkungan sekitar dan berbagai dampak negatif lainnya.
20. Jenis Kehidupan yang Terancam
Bertambahnya jumlah manusia faktual berpengaruh signifikan bagi eksistensi makhluk hidup lainnya yakni tumbuhan dan hewan. Dalam hal ini, kebutuhan manusia yang tak terbatas atas protein hewani memaksa kian berkurangnya populasi hewan di sekitar lingkungan manusia. Belum lagi, berbagai polusi baik air, tanah dan udara yang diakibatkan oleh industrialisasi menyebabkan terancamnya keanekaragaman hayati flora dan fauna. Tercatat, kepunahan hayati yang terjadi jauh lebih cepat ketimbang prediksi yang dilakukan para ilmuwan. Dampak yang dapat ditimbulkannya di kemudian hari begitu jelas yakni terancamnya ekosistem dan ekologi kehidupan di kemudian hari.
21. Energi
Setiap tambahan satu manusia pada penduduk berarti tambahan pula atas kebutuhan energi dunia. Setiap manusia perlu makan, umumnya mereka menggunakan bahan bakar kayu atau fosil. Mereka membutuhkan pula listrik guna menunjang kehidupannya sehari-hari. Pertumbuhan penduduk jelas melahirkan permintaan yang kian besar akan energi. Ketidakmampuan negara-negara menyediakan energi bagi rakyat membuatnya berpaling pada energi-energi berbahaya seperti nuklir. Tanpa adanya pengendalian laju pertumbuhan penduduk dunia akan dihadapkan pada permasalahan energi yang mencemaskan di masa mendatang.
22. Kebebasan Perorangan
Ledakan penduduk memaksa munculnya aturan yang begitu ketat terhadap tingkah laku manusia. Hal tersebut disebabkan oleh ketersediaan sumber daya yang kian terbatas sehingga hubungan antara manusia dengan alamnya yakni tumbuhan maupun hewan berikut hubungannya antarmanusia yang lain dirasa perlu diatur sedemikian rupa sehingga terhindar dari self destruction ‘penghancuran diri’. Namun, di satu sisi, hal di atas berimplikasi pula pada perorangan yang merasa kebebasannya direnggut bahkan bisa jadi pola-pola pemerintahan klasik yang dikuasai segelintir orang dan menindas sebagian besar yang lain terulang kembali. Di sisi lain, satu apologi yang bisa jadi muncul kemudian adalah sistem peraturan yang mengikat dan memaksa mau-tidak mau harus dilakukan demi kebaikan masyarakat itu sendiri.
Kesimpulan
Melalui berbagai penjabaran dan uraian di atas dapatlah ditelisik lebih jauh bahwa laju tingkat pertambahan penduduk yang begitu pesat memiliki berbagai dampak negatif bagi kehidupan manusia itu sendiri. Berbagai dampak negatif tersebut tak memandang usia baik muda ataupun tua, status ekonomi baik kaya maupun miskin melainkan seluruh lapisan masyarakat dunia. Oleh karenanya, perhatian lebih dan serius oleh pemerintah berikut berbagai organisasi internasional diharapkan lebih mampu berperan dalam upaya mencari solusi terbaik guna mengatasi berbagai permasalahan di atas.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar