Sabtu, 11 Juni 2011

MENILIK PELUANG USAHA SABLON DI ERA KRISIS EKONOMI

MENILIK PELUANG USAHA SABLON DI ERA KRISIS EKONOMI
STUDI KASUS SALAH SEORANG PENGUSAHA SABLON DI YOGYAKARTA
Oleh:
Wahyu Budi Nugoho


Pendahuluan
            Sebagaimana ditegaskan Paul Ormerod dalam The Death of Economics bahwa selama dunia menggunakan sistem ekonomi kapitalis maka krisis ekonomi secara berkala akan ajeg menjangkiti. Hal tersebut kiranya tampak melalui Great Depression tahun 1930-an, krisis akibat membengkaknya biaya investasi sektor publik pada tahun 1950-an dan 1970-an, buble economic pada penghujung 1990-an dan layaknya yang marak terjadi saat ini, krisis ekonomi akibat “kredit macet”.[1] Satu hal yang kiranya dapat kita petik pelajaran dari kejadian tersebut, faktual dunia, baik masyarakat di negara maju maupun negara berkembang selalu dirundung ketidakpastian ekonomi dan hari esok. Tercatat, tak terhitung seberapa banyak dari mereka yang mengalami kejatuhan “karir” akibat berbagai krisis di atas. Di satu sisi, hal tersebut agaknya kian menguatkan pentingnya pembekalan keterampilan wirausaha bagi setiap orang guna menjamin kepastian hidupnya di masa mendatang.
            Wirausaha, sebagaimana kita ketahui dapatlah ditempatkan sebagai salah satu mata pencaharian dalam sektor informal. Suatu yang masuk akal memang, mengingat kepastian sektor formal yang tak mampu menampung seluruh angkatan kerja sehingga sebagian darinya harus dialihkan pada sektor lain yakni sektor informal. Di sisi lain, harus diakui memang bahwa pengkajian atas sektor informal merupakan perdebatan yang tak berujung, dimulai dari konsep dual economic system sebagaimana diperkenalkan oleh H. J. Boeke dan kemudian mengalami perkembangan pesat melalui penelaahan lebih lanjut tokoh-tokoh sosial-ekonomi yang salah satunya semisal Mark Granovetter.[2]
            Terkait dengan pengkajian lebih lanjut atas sektor informal dan kewirausahaan, dalam kesempatan ini kami berupaya mengangkat salah satu fenomena di lapangan berupa bisnis “sablon” yang dilakukan salah seorang wirausahawan asal Yogyakarta. Dalam pengkajian ini kami melakukan wawancara mendalam (depth interview) terkait seluk-beluk usaha sablon, berbagai strategi yang digunakan dalam menjaring konsumen dan pemasarannya berikut menilik peluang usaha tersebut di masa mendatang. Lebih lanjut, berbagai penelaahan di atas akan kami jabarkan dan uraikan lebih lanjut dalam pembahasan berikut.
Narasumber[3]
            Terkait dengan narasumber, kami lampirkan Curriculum Vitae beliau sebagai berikut.
CURRICULUM VITAE

Nama lengkap                           :  Andrie
Jenis Kelamin                            :  Laki-laki
Tempat dan Tanggal Lahir          :  Yogyakarta, 3 Maret 1980
Agama                                      :  Islam
Alamat                                      :  Purwokinanti PA 1/197 Yogyakarta
Nomer Telp.                              :  ( 0274 ) 546794 – 081 804 228 119
Tinggi Badan                             :  162 cm
Berat Badan                              :  63 kg

PENDIDIKAN :
  1. 1999 – 2003  :   Akademi Komunikasi Radya Binatama Yogyakarta
  2. 1996 – 1999  :   SMU Institut Indonesia 1 Yogyakarta
  3. 1993 – 1996  :   SMP Muhammadiyah 9 Yogyakarta
  4. 1986 – 1993  :   SDN Lempuyang Wangi 2 Yogyakarta

PENGALAMAN KERJA :

§  Juni 2000 – Maret 2002 Bekerja sebagai Tour Leader di Relika Wisata
Tugas dan tanggung jawab :
            Mengkoordinir peserta wisatawan dan memberikan keterangan atau penjelasan tentang tempat wisata yang akan menjadi obyek kunjungan selama perjalanan dan mengatur waktu tempat yang akan dikunjungi selama perjalanan.

§  Desember 2003 – September 2004 Kepala Gudang di CV Nada Nurani
Tugas dan tanggung jawab :
            Mengecek barang datang, pemesanan barang ke produsen, meretur barang rusak. Mengadakn stock opname, bertujuan agar dapat mengetahui jumlah barang  yang berada di dalam gudang dan dapat mengontrol barang.

§        Oktober 2004 – Oktober 2006 Marketing di CV Nada Nurani
Tugas dan tanggung jawab :
Mengecek, menarik barang tiap bulan, menawarkan barang ke konsumen, mensurvey konsumen yang akan bekerjasama dengan perusahaan dan penagihan kekonsumen yang mempunyai tanggal jatuh tempo

§        Januari 2007 Marketing Buku Mizan Dian Semesta
Tugas dan tanggung jawab :
Menawarkan produk ke konsumen berupa buku anak-anak maupun dewasa yang bernuansa pengetahuan Islami, menjelaskan isi buku tersebut serta memberitahuakan jenis transaksi pembayarannya

§        Maret 2007  -  2008 Marketing PT Tiga Serangkai International
Tugas dan tanggung jawab :
Menawarkan produk ke konsumen berupa buku-buku pelajaran SD ke sekolah-sekolah. Memberikan sekilas informasi mengenai isi buku ke konsumen. Memberikan jenis transaksi pembayaran. Meretur buku dan melakukan penagihan ke konsumen yang jatuh tempo.
Lebih Jauh Mengenai Narasumber
            Sebagaimana dilampirkan dalam keterangan CV di atas, narasumber kami bernama Andrie, berasal dari Yogyakarta dan saat ini berumur 29 tahun. Awal mula konsentrasi atau fokus beliau pada usaha sablon dimulai ketika pada medio tahun 2008 memperoleh surat PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) di tempatnya bekerja, PT Tiga Serangkai International. Namun demikian, jauh sebelum memulai bisnisnya, Saudara Andrie memang telah memiliki pengalaman dalam bidang sablon-menyablon. Pengalaman tersebut dimulai ketika ia duduk di bangku kuliah dan kerap menawarkan pada teman-temannya “striker” atau “kaos” dengan gambar atau motif sesuai permintaan. Dengan turunnya surat PHK dari tempatnya bekerja, Saudara Andrie kian mantap dan serius terjun menekuni dunia sablon hingga berkembang sedemikian rupa hingga saat ini.  
Saudara Andrie Sebagai “Makelar Sablon”
            Usaha yang dilakoni Saudara Andrie tergolong cukup unik, umumnya para pengusaha sablon memiliki berbagai media menyablon sebagai sarana alat produksi usahanya. Namun, tidak demikian halnya dengan Andrie, berbekal modal pas-pasan yang diperoleh melalui “pesangon” perusahaan tempat bekerja sebelumnya, Andrie menggunakan tempat jasa sablon dalam menjalankan usahanya. Dalam hal ini, bisa jadi, apa yang dilakukannya lebih mirip sebagai bentuk usaha “makelar” sablon.
            Di sisi lain, keuntungan yang diperoleh Andrie berasal dari selisih harga yang dipatok tempat penyablonan dengan harga yang ditetapkannya sendiri pada konsumen. Dengan demikian, dapatlah dianalisis bahwa usaha Andrie lebih tampak sebagai usaha “jasa” penyablonan dengan sistem “makelar”. Terlepas dari itu semua, kiranya satu hal yang patut kita perhatikan di sini adalah suatu “keharusan” luasnya referensi mengenai berbagai tempat penyablonan sehingga keuntung optimal diharapkan mampu diperoleh dengan membandingkan harga yang dipatok antara satu tempat penyablonan dengan tempat penyablonan lain.
Strategi Pemasaran (Baca: Marketing)
            Meskipun Saudara Andrie menjalankan usahanya dengan cara yang lebih menyerupai seorang “makelar” namun faktual ia tak memberikan informasi terkait posisi dan kedudukannya pada customer yang menggunakan jasa sablonnya. Dalam menawarkan jasanya, Saudara Andrie seolah memiliki berbagai alat produksi yang dibutuhkan dalam penyablonan. Berbagai jenis penyablonan yang ditawarkan Saudara Andrie pun cukup beragam, dari striker, kaos hinga pakaian seragam sekolah-umumnya pakaian olah raga. Di satu sisi, Saudara Andrie menawarkan pula jasa dalam bidang cetak-mencetak yakni buku tulis dengan gambar sampul sesuai permintaan sekolah berikut buku kenangan sekolah.   
            Dalam ranah berlainan, tak dapat dipungkiri bahwa pengalamannya sebagai marketing, terutama marketing buku sekolah memberikan banyak keuntungan baginya yakni terkait relasi atau koneksi bagi kelangsungan usaha sablonnya. Dalam hal ini, tak dapat dipungkiri bahwa daerah marketingnya di sekolah saentaro Bantul ketika dahulu bekerja pada perusahaan buku membuatnya mengenal banyak guru di setiap sekolah yang ada. Melalui hal tersebut kita dapat melihat bahwa pengalaman kerja begitu berarti dalam suatu usaha, terutama prihal terkait jejaring sosial. Secara sosiologis, hal tersebut dapat dikategorikan dalam bentuk “modal sosial”.  
            Dalam hal pengepakan barang pesanan konsumen, Saudara Andrie membuat label atau logonya sendiri. Dengan demikian, tak jarang ia harus merombak barang pesanan yang diperoleh dari tempat sablonan lain dan mengganti dengan labelnya di setiap kepakan tersebut. Harus diakui memang, belum terdapat sanksi hukum yang jelas atas tindakan di atas. Hanya saja, bentuk-bentuk “kecurangan usaha” yang sempat terekam dan menjadi isu besar dalam media massa salah satunya semisal pemalsuan produk shampo, kosmetik dan sejenisnya. Dengan demikian, terkait usaha yang dijalani Saudara Andrie, hal tersebut setidaknya kembali pada aspek etika atau moral dari individu yang bersangkutan.
Operasional Usaha
            Dalam menjalankan usahanya, Saudara Andrie melakoninya tanpa bantuan teman atau pihak lain-sendiri. Hal tersebut, sebagaimana dijelaskan yang bersangkutan, setidaknya memiliki beberapa alasan, pertama, dengan menjalankan usahanya secara mandiri keuntungan yang diperoleh lebih besar ketimbang bersama pihak lain. Kedua, ditemuinya kesulitan dalam pembagian keuntungan bila melakukan kerja sama dengan pihak lain, dan ketiga, pertimbangan terkait faktor kepercayaan dan keamanan modal.
            Melalui berbagai argumen yang dilontarkan Saudara Andrie di atas, dapatlah ditelisik lebih jauh bahwa beliau telah menerapkan “rasionalisasi” dalam menjalankan usahanya. Lebih jauh, rasionalisasi tersebut terkait kental dengan aspek efisiensi dan efektifitas usaha. Dalam hal ini Saudara Andrie sendiri mengakui bahwa konsep “rasionalitas perusahaan” sebagaimana dipelajarinya ketika bekerja di berbagai perusahaan terdahulu begitu efektif dalam upaya melakukan akumulasi modal. Lebih jauh, Saudara Andrie melakukan perbandingan etos kerja pegawai pemerintah dengan karyawan swasta di mana dalam birokrasi satu pekerjaan dapat dilakukan oleh tiga atau lebih orang, sedangkan dalam perusahaan swasta, satu pekerjaan cukup dilakukan oleh satu orang saja sehingga begitu efisien bagi pencapaian keuntungan. Hal tersebutlah yang berupaya beliau terapkan dalam melakoni usahanya.
            Di satu sisi, media transportasi yang pada awalnya digunakan Saudara Andrie guna menjalankan usahanya adalah satu unit sepeda motor. Namun, dengan berjalannya waktu di mana akumulasi modal dikelola sedemikian baiknya, saat ini saudara Andrie mampu menambah satu unit media transportasi berupa mobil sederhana dengan “kap terbuka” guna meningkatkan produktivitas usahanya.

Perluasan Usaha Ke Luar Kota
            Seiring berjalannya waktu, Saudara Andrie pun melakukan perluasan usaha ke kota lain yakni Wonosobo yang juga merupakan tanah tempat kelahiran istrinya. Dan satu keuntungan memang, mengingat istri beliau yang bekerja di Wonosobo sebagai seorang guru, terlebih kedua mertuanya yang juga memiliki pekerjaan yang sama, yakni seorang guru dan kepala sekolah. Tak pelak, hal tersebut membawa nilai lebih tersendiri bagi usaha yang tengah dilakoni Saudara Andrie. Pesanan partai besar oleh beberapa sekolah yang diampu istri dan mertuanya pun kerap diperolehnya. Hal tersebut, di samping menguntungkan bagi pengembangan usaha, faktual memberi keamanan dan kenyamanan psikis berikut batin mengingat hubungan usaha yang terjalin kemudian lebih bersifat “kekeluargaan”.
Profit
            Melalui metode “makelar” penyablonan berikut luasnya referensi mengenai berbagai tempat penyablonan di Yogyakarta, Saudara Andrie dapat mengantongi keuntungan sekitar Rp 3.000,- hingga Rp 5.000,- per potong pakaian, dalam satu unit pemesanan umumnya Saudara Andrie mendapat keuntungan Rp 1.000.000,- hingga Rp 2.000.000,-. Diukur melalui intensitas pemesanan umumnya sekali dalam dua minggu beliau dapat memenuhi pesanan skala besar. Di satu sisi, dengan perluasan usaha yang dilakukannya hingga kota Wonosobo keuntungan yang diperoleh Saudara Andrie dapat berlipat-lipat mengingat masih minimnya usaha sablon di kota tersebut berikut patokan yang jauh lebih mahal dibandingkan kota Yogyakarta.
Prospek & Kendala
            Lebih jauh, sebagaimana dijelaskan beliau, bisnis sablon yang digelutinya menyimpan berbagai prospek berikut kendala di kemudian hari. Adapun prospek dari bisnis ini ialah makin diminatinya upaya-upaya kalangan muda untuk tampil beda dibandingkan pemuda lainnya, dalam hal ini, kaos-kaos sebagai media representasi jati diri atau ideologi yang dianut menjadi ladang pendapatan tiada henti dari bisnis sablon pakaian. Kedua, munculnya begitu banyak organisasi atau komunitas dalam masyarakat maupun dunia akademik-kampus-turut menjadi nilai lebih tersendiri. Di sisi lain, upaya sekolah-sekolah yang ada dalam menaikkan “gengsi” melalui penerbitan buku tulis resmi sekolah maupun pengadaan program “buku kenangan” diakui atau tidak menguntungkan pula bagi eksistensi usaha sablon. Dalam ranah yang lebih spesifik, yakni terkait wilayah usaha Saudara Andrie di kota Wonosobo, kiranya ditemui prospek yang lebih menjanjikan mengingat masih minimnya usaha sablon di kota tersebut.
            Di satu sisi, berbagai kendala yang dihadapi Saudara Andrie menyangkut masalah modal di mana dengan kondisi finansialnya yang terbatas kerap kali beliau tak mampu memenuhi pesanan dalam skala besar, kedua, terkait dengan alat-alat produksi yakni alat sablon yang dinilainya begitu mahal sehingga apabila ia melakukan sendiri proses penyablonan maka keuntungan yang diperoleh pun tak seberapa. Kendala ketiga yang muncul dalam bisnis sablon menurutnya ialah mulai marak bermunculannya usaha sejenis di kota Yogyakarta sehingga persaingan dan permainan harga yang terjadi di dalamnya pun kian ketat. Namun demikian, sejauh ini Saudara Andrie mampu mengatasi berbagai persoalan di atas dengan luasnya referensi mengenai jasa sablon berikut perluasan usaha yang dilakukannya pada kota Wonosobo yang dinilainya masih begitu potensial.   
Kesimpulan & Penutup
            Melalui berbagai penjabaran dan uraian di atas dapatlah ditelaah lebih jauh bahwa faktor pengalaman kerja dan “jejaring sosial” memegang peranan yang begitu besar dalam kegiatan wirausaha. Hal tersebut kiranya dapat dimaklumi mengingat faktor jaringan, kepercayaan dan “saling menguntungkan” yang begitu penting dalam usaha sektor informal. Di satu sisi, harus diakui memang bahwa aspek “modal” masih menjadi kendala terbesar bagi setiap orang yang hendak memulai usaha di bidang sablon.   

Referensi

Primer:
§  Wawancara dengan Saudara Andrie pada tanggal 10 April 2009.

Sekunder:
§  Ormerod, Paul. 1998. Matinya Ilmu Ekonomi Jilid 1: Dari Krisis ke Krisis. Jakarta: Kepustakaan Gramedia Populer.
§  Koentjaraningrat. 1971. Rintangan-Rintangan Mental dalam Pembangunan Ekonomi Di Indonesia. Jakarta: Bhratara.




[1] Selengkapnya baca Paul Ormerod, Matinya Ilmu Ekonomi Jilid 1: Dari Krisis ke Krisis, Kepustakaan Gramedia Populer, 1998.
[2] Selengkapnya baca Koentjaraningrat, Rintangan-Rintangan Mental dalam Pembangunan Ekonomi Di Indonesia, Bhratara, Jakarta, 1971.
[3] Wawancara dengan narasumber dilakukan pada tanggal 10 April 2009. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar