Shalat sebagai Bentuk “Pembebasan” Manusia
(Refleksi Pemikiran “Sosiologi Manusia”-Ali Syariati)
Oleh: Wahyu Budi Nugroho
Ali Syariati merupakan sosiolog Iran yang populer dengan kajiannya mengenai “sosiologi manusia”. Ia juga dikenal sebagai salah satu arsitek Revolusi Islam Iran 1979 di samping Ayatullah Khoemeini. Dalam kajiannya mengenai sosiologi manusia, Syariati menekankan bahwa ajaran Islam untuk mendirikan shalat lima waktu dalam sehari kepada umatnya faktual merupakan bentuk “pembebasan” bagi mereka yang menjalankannya.
(Ali Syariati)
Mengapa hal di atas menjadi niscaya? Menurut Syariati, keseharian hidup manusia ibarat mesin. Mereka secara terus-menerus dan berulang-ulang melakukan aktivitas yang sama. Mari kita amati salah satu misal keseharian individu; bangun pagi, pergi bekerja, pulang bekerja, tidur malam, kembali bangun pagi dan demikian seterusnya. Bagi Syariati, keseharian individu yang demikian sekedar menemui bentuknya sebagai “penjara kehidupan”. Di dalamnya, manusia sekedar tereduksi sebagai “robot” (baca: mesin) semata. Oleh karenanya menurut Syariati, shalat merupakan bentuk pembebasan manusia dari kehidupan mekaniknya. Melalui shalat, manusia “meninggalkan” hiruk-pikuk dunia, ia “terbang” menuju ke langit dimana Rabb-nya berada. Dengan shalat, jiwa dan raga manusia yang terbatasi oleh dimensi horizontal dunia, bergerak vertikal menuju dimensi lain yang tak terbatas (dimensi ketuhanan). Itulah mengapa, Syariati menganggap shalat sebagai bentuk pembebasan manusia—pembebas manusia dari kehidupan mekaniknya.
Pada ranah yang berlainan, jauh lebih ekstrem ketimbang Ali Syariati, Dr. Abdullah Azzam, salah seorang ulama dan pemikir asal Palestina, menyatakan bahwa mereka yang dalam kesehariannya tak pernah beribadah, sama halnya dengan “hewan ternak” yang rutinitas kesehariannya sekedar makan-minum, tidur berikut melampiaskan nafsu.
***
Referensi:
- Syariati, Ali. 1985. Peranan Cendekiawan Muslim. Yogyakarta: Shalahuddin Press.
1 komentar:
Benar sekali .....
Posting Komentar