Degradasi Komunikasi Media Sosial
Era internet ini
menyebabkan kita masuk dalam era masyarakat jejaring atau “masyarakat
jaringan”. Era internet ini juga
melahirkan apa yang disebut sebagai “masyarakat informasi”. Dalam era ini,
masyarakat tak hanya bertindak selaku konsumen informasi, tetapi juga produsen
informasi. Jika dahulu sebelum adanya internet komunikasi media cenderung
bersifat satu arah, kini dengan adanya internet, respon balik masyarakat atas
suatu informasi dapat berlangsung dengan demikian cepat dan efisien. Namun hal
ini seringkali menimbulkan kebingungan masyarakat. Facebook misalkan, dengan
adanya pembaharuan “status” dan komentar di setiap detik, dan berlaku di
seluruh dunia; seolah menandakan bahwa kini informasi bisa datang dari manapun;
tiap-tiap orang dapat menjadi sumber informasi, terlebih kini begitu mudah
membuat kanal-kanal berita seperti blog, dan terutama website.
Mengutip Kireon O’hara,
apa yang kita hadapi kemudian di era internet ini adalah bercampur aduknya
antara “pengetahuan benar”, “pengetahuan salah”, dengan “keyakinan”. Pengetahuan
salah adalah pengetahuan yang belum terklarifikasi, seringkali lebih menonjolkan
sisi bombastis demi kepentingan rating,
bahkan sama sekali mengada-ada. Sementara, keyakinan adalah keyakinan si
penulis artikel atau berita itu sendiri di dunia maya. Pengetahuan-keyakinan di
sini lebih menemui bentuknya sebagai provokasi ketimbang berita yang layak
baca, dan ini berbahaya jika diamini
begitu saja.
Implikasi lain yang
muncul dari era kemudahan berkomunikasi ini adalah apa yang bisa kita sebut
sebagai “degradasi komunikasi”. Degradasi komunikasi menunjuk pada “menurunnya
kualitas komunikasi” atau “komunikasi yang kehilangan makna”. Dikarenakan saat
ini berkomunikasi menjadi begitu mudah bagi setiap orang—kapan pun dan dimana
pun—kerap kali ihwal yang muncul kemudian adalah “berita-berita yang tak
penting”, tak layak, bahkan tak seharusnya diposting. Informasi-informasi tak
layak konsumsi tersebut dapat kita sebut sebagai “sampah visual” karena sama
sekali tak berguna bagi kita, dan karena ia selalu muncul di beranda media
sosial, ia dapat pula kita sebut sebagai “pemerkosaan visual”—sesuatu yang
seharusnya tak perlu kita konsumsi tapi mau tak mau harus dikonsumsi karena selalu
muncul di beranda (media sosial).
Lalu, bagaimana cara
membangun komunikasi yang berkualitas? Ada satu rumusan menarik dari pakar
komunikasi asal Inggris, George Mierson, yakni apabila dalam satu jam lebih
dari tiga ribu kata keluar dari mulut kita, maka dapat dipastikan itu adalah
“komunikasi sampah”. Mengapa? Karena pasti banyak hal tak penting yang disampaikan.
Ah, apa iya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar