Bagi
Anda yang Berkecukupan, Mulailah untuk “Berinvestasi Sosial”
Oleh: Wahyu Budi Nugroho[1]
Kemuraman ada dimana-dimana, di jalanan ketika
kita tengah berpapasan dengan pejalan kaki lain, di kampus ketika kita melihat para
mahasiswa berjalan lemas, ataupun di pasar-pasar ketika banyak bakul tertegun sepi sembari menunggu
pembeli. Apa gerangan yang ada dalam pikiran mereka? Bisa jadi, pejalan kaki
yang kita jumpai di jalanan merasa jenuh dengan rutinitas yang dilakoninya, bertahun-tahun
ia bekerja, namun tak menghasilkan sesuatu pun yang signifikan bagi
kehidupannya, terpikirkan lah beratnya menanggung masa depan keluarga: istri
yang harus dinafkahi, anak yang syarat terus di sekolahkan, dll. Mahasiswa, apa
yang ada dalam benak kita kala melihat mahasiswa berjalan lemas di
gedung-gedung fakultas? Dikarenakan uang bulanan yang belum diterimakah? Was-was
tak dapat melanjutkan studi semester depan karena tak ada biayakah? Atau, skripsi
yang tak kunjung jua rampung? Bisa jadi semuanya. Sedang, apa yang terpikirkan di
kepala kita saat melihat para pedagang di pasar tampak begitu tak bergairah
menjalani hidupnya? Agaknya, mereka muak karena mengetahui sebentar lagi plecit (lintah darat) bakal menghampiri untuk
mengambil rupiah demi rupiah yang dimilikinya sebagaimana hari-hari sebelumnya,
mereka membayar untuk yang tak pernah terlunasi: hutang-piutang.
Dampak dari serangkaian perihal di atas jelas, “senyum”
semakin jarang kita temui, bahkan senyum simpul yang tak membutuhkan banyak
waktu dan energi. Setiap manusia seolah tergabung dalam satu barisan mengutuki nasibnya,
dan apa lagi yang tersisa apabila negara “tak hadir” untuk mengatasi segala persoalan
tersebut, kepada siapakah semua tanggung jawab tersebut harus dilimpahkan? Terlepas
dari persoalan hadir-tidaknya negara kala rakyat membutuhkan, kita sebagai
makhluk sosial dan beragama pastinya memiliki tanggung jawab moral untuk
membantu sesama kita yang tengah dirundung kesusahan, telah banyak
ajaran-ajaran agama yang mewajibkan perihal tersebut, kini tinggal menunggu
waktu saja untuk direalisasikan. Bagi Anda para “bos” atau pemilik perusahaan,
tak ada salahnya jika sekali-kali memberikan bonus kepada anak buah mengingat
sistem ketanagakerjaan dewasa ini yang juga telah merugikan mereka (outsourcing, ketiadaan jaminan hari tua
dan sebagainya). Bagi Anda yang memiliki kelebihan harta, cobalah sekali-kali
menengok tetangga atau saudara kita yang anaknya masih bersekolah, tanyakan,
apakah dalam waktu dekat ini menemui kesulitan dalam membiayai pendidikan
anak-anaknya, tak ada salahnya untuk membantu sedikit demi sedikit. Hal serupa dapat
pula diterapkan pada tetangga atau saudara kita yang semisal berprofesi sebagai
pedagang dan tengah terjebak hutang-piutang, bantulah mereka dalam beberapa periode
penagihan, tentunya hal itu akan sangat meringankan mereka. Begitu pula, Anda mahasiswa/i
yang memiliki keunggulan akademis di kampus, memiliki tanggung jawab moral pula
atas keilmuan yang dimiliki, setidaknya berbaik hatilah untuk membantu rekan-rekan
yang tengah mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas skripsi guna memperoleh
gelar sarjana, tentunya tetap membantu dalam koridor yang diperbolehkan.
Di samping kesemua hal di atas merupakan sebuah
kewajiban moral dan agamis, faktual membantu sesama kita yang tengah kesulitan
dapat pula dikatakan sebagai bentuk “investasi sosial”. Berbeda halnya dengan
investasi ekonomi di mana balas jasa atau kontraprestasi dirasakan secara
langsung atau dalam waktu singkat, investasi sosial tak mengenal rentang waktu
(lama atau sebentar) dan umumnya bersifat tiba-tiba atau “tak terduga”. Ia dapat
dirasakan dalam jangka bulanan, tahunan atau bahkan puluhan tahun kemudian.
Tegas dan jelasnya, tak ada satupun yang dapat mengetahui kapan buah dari
investasi sosial dapat dituai.
Sebagaimana kita yakini bersama bahwa roda
kehidupan ini ajeg berputar. Bisa
jadi, Anda yang saat ini berada di atas, besok berada di bawah, dan begitu pula
sebaliknya: mereka yang saat ini di bawah, besok berada di atas. Di sinilah
esensi dari investasi sosial, seseorang takkan mungkin dengan mudah melupakan
kebaikan yang pernah Anda berikan, ia pasti bakal membalas hutang budinya suatu
hari nanti kala kondisinya telah jauh lebih baik. Mengapa demikian? Nyatanya,
hal tersebut merupakan sifat bawaan manusia, sebagaimana kita alami bersama,
ketika seseorang berbuat baik pada kita, maka kita pun cenderung berbuat baik
padanya, dan begitu pula sebaliknya. Terkait hal tersebut, besar kemungkinan pihak-pihak
yang pernah Anda bantu di masa lalu balik membantu Anda di masa depan, khususnya
ketika Anda balik berada dalam kondisi yang tak pernah diharapkan (serba susah
dan kekurangan). Bisa jadi, anak tetangga atau saudara yang dahulu sempat Anda
bantu pendidikannya, kini menjadi orang berhasil dan balik membantu anak Anda yang
tengah kesulitan mencari kerja. Tak sedikit pula para bawahan yang kemudian
melampaui kesuksesan atasannya, demikian pula, banyak dari pedagang atau pengusaha
kecil yang berhasil di kemudian hari.
Namun demikian, perlu diingat bahwa investasi
sosial syarat dilandasi motif moral dan ketuhanan. Hal ini penting guna menjaga
niat baik dan keikhlasan kita dalam membantu sesama sehingga kekecewaan takkan dituai
nantinya. Dalam hal ini, investasi sosial bekerja dengan cara menghilangkan
kuasi (kepura-puraan) diri untuk tak mengharapkan sesuatu imbalan, kita
sepenuhnya dituntut untuk ikhlas dan tak setengah-setengah dalam membantu.
Dengan kata lain, ada-tidaknya imbalan sekedar ditempatkan sebagai side effect ‘efek samping’ dari apa yang
telah kita perbuat selama ini. Dan, mengapa ini perlu? Karena tak ada satu pun pihak
yang dirugikan. Perlu diingat, kita membantu karena memang tengah dalam
kapasitas dapat membantu (serba kecukupan, kelebihan, dsb.) sehingga tak
menjadi persoalan apabila dampaknya tak dirasakan seketika itu juga, dan
andaikan tetap tak dirasakan juga hingga nanti, itu pun tak menjadi soal
mengingat kita melakukannya dengan ikhlas, berlandaskan pada motif moral dan
ketuhanan, setidaknya pahala telah kita kantongi. Oleh karena itu, bagi Anda
yang saat ini tengah berada dalam kondisi berkecukupan dan serba lebih, mulailah
untuk berinvestasi sosial sekarang juga.
*****
0 komentar:
Posting Komentar