Pembangunan
Politik & Demokrasi Deliberatif
Oleh: Wahyu Budi Nugroho
“Haruskah
kuhidup dalam angan-angan, merengkuhi buai impian?
Haruskah
kulari dan terus berlari, mengejar bayang-bayang ilusi?”
(Anggun, Bayang-bayang
Ilusi)
Pembangunan Politik
Harus
diakui memang, “pembangunan politik” merupakan salah satu kajian politik yang
dikembangkan melalui pendekatan developmentalism
(dalam bahasa Indonesia: “pembangunan-isme”). Pendekatan terkait hadir
pasca-Perang Dunia II guna merespon banyaknya bangsa Asia-Afrika yang menyuarakan
kemerdekaannya setelah mengalami pahit-getir penjajahan multidimensional bangsa-bangsa
asing selama berabad-abad. Apabila berbagai bangsa yang baru merdeka tersebut
tak kunjung membangun konsensus (persepsi) bersama untuk mewujudkan masyarakat yang
adil dan makmur, maka lambat-laun mereka akan terjerembab pada belenggu yang
lebih kejam ketimbang kolonialisme dan imperialisme. Berbagai upaya untuk
menyamakan berikut menyatukan beragam persepsi tersebutlah yang kemudian
menjadi substansi utama dari studi pembangunan politik (Warsito, 1999: 1-2).
Dalam
kaitannya dengan konsep demokrasi deliberatif, pembangunan politik dapat
ditempatkan sebagai instrumen terwujudnya konsepsi di atas, berikut sebagai ekses (hasil) atasnya. Dengan kata lain,
konstelasi masyarakat bercorak demokrasi deliberatif dapat dihasilkan melalui
proses pembangunan politik, atau justru sebaliknya: demokrasi deliberatif
menghasilkan pembangunan politik dalam masyarakat. Kiranya, pola hubungan
konsep yang demikianlah yang digunakan dalam pengkajian terkait. Lebih jauh, simak
paparan singkat mengenai demokrasi deliberatif sebagai berikut.
Demokrasi Deliberatif
Menurut
Sutoro Eko (2004: 58-59), konsep demokrasi deliberatif menemui momentumnya kala
Jurgen Habermas menelurkan buah karyanya yang berjudul, The Structural Transformation of the Public Sphere. Menurutnya, terdapat
tiga alasan mengapa karya tersebut dapat ditempatkan sebagai “penyokong”
demokrasi deliberatif, antara lain; demokrasi membutuhkan “arena politik ekstra"
guna me-representasi-kan berbagai pihak atau kelompok yang kurang memperoleh
perhatian, ruang publik yang kritis dibutuhkan untuk menjembatani antara
masyarakat sipil dengan pemerintah, serta rusak dan “membusuknya” demokrasi
bilamana dilembagakan terlampau formal.
Sedang,
public sphere ‘ruang publik’ sendiri
sebagaimana diutarakan Habermas (1989: 27) dalam eksemplarnya adalah,
“...public sphere may be conceived above all
as the sphere of private people come together as a public; they soon claimed
the public sphere regulated from above against the public authorities
themselves, to engage them in a debate over the general rules governing
relations ...”
[“…ruang publik dapat dipahami sebagai kesatuan ruang
privat di mana orang-orang yang terdapat di dalamnya datang bersama-sama
sebagai publik; melakukan klaim bahwa ruang tersebut syarat diatur berdasarkan
otoritas mereka, untuk turut berpartisipasi dalam debat mengenai berbagai
kebijakan yang dibuat pemerintah…”]
Lebih
jauh, Sutoro Eko (2004: 60) menjelaskan perbedaaan antara demokrasi formal
dengan demokrasi deliberatif sebagai berikut: apabila demokrasi formal sekedar
menjangkau legalitas formal-prosedural, maka demokrasi deliberatif berupaya
memperkuat legitimasi demokrasi; jika demokrasi formal sebatas memperkuat dimensi
representatif melalui berbagai institusi perwakilannya, maka demokrasi deliberatif
berupaya mengembangkan corak demokrasi inklusif yang membuka akses partisipasi warga
negara; begitu pula, bilamana demokrasi formal demikian meyakini proses
agregasi politik (semisal pemilu), maka demokrasi deliberatif menekankan pada forum
publik sebagai arena diskusi politik demi terwujudnya bonum publikum ‘kebaikan bersama’.
∞
Referensi;
- Eko, Sutoro, 2003, Transisi
Demokrasi Indonesia, APMD Press.
- Eko, Sutoro, 2004, Krisis Demokrasi Elektoral, Jurnal Mandatory-IRE, Edisi 1/Tahun I/2004, pp. 58 & 60.
- Habermas, Jurgen, 1989. The Structural Transformation of the Public Sphere, Polity Press.
- Warsito, Tulus, 1999, Pembangunan
Politik, Bigraf Publishing.
0 komentar:
Posting Komentar