Review
Chapter 13-15 & 17
Review
Chapter 13: Qualitative Data Analysis
The
Practice of Social Research (11th Edition)
By Earl Babbie
Earl Babbie membagi bab terkait—Analisis Data Kualitatif—ke dalam empat subbab, antara lain; Menghubungkan antara Teori dengan Analisis,
Memproses Data Kualitatif, Program Komputer untuk Data Kualitatif
serta Analisis Kualitatif untuk Data
Kuantitatif.
Dalam subbab pertama, Babbie menjelaskan bahwa analisis
kualitatif merupakan hubungan yang berkesinambungan dan saling mempengaruhi
antara teori dengan analisis. Lebih jauh, analisis data kualitatif bertujuan
untuk menemukan pola yang telah berubah dari waktu ke waktu, berikut berbagai “hubungan
memungkinkan” yang terjadi antara variabel-variabel yang ada. Mengutip John dan
Lyn Lofland, Babbie mengemukakan enam cara yang berbeda guna menemukan berbagai
pola yang ada, Ia memisalkannya pada kasus kekerasan anak di lingkungan tempat
tinggal, berbagai cara guna menemukan pola tersebut antara lain;
1.
Frequencies: Berdasarkan berbagai studi yang pernah dilakukan, seberapa sering kasus
kekerasan anak terjadi di lingkungan tempat tinggal?
2.
Magnitudes: Bagaimana tingkat kekerasan tersebut? Seberapa brutalkah?
3.
Structures: Apa saja tipe-tipe kekerasan yang terjadi; fisik, mental, seksual?
Apakah hal tersebut tampak melalui perilaku yang ditunjukkan korban?
4.
Processes: Apakah terdapat elemen/tingkatan yang terstruktur dalam peristiwa? Apakah
dimulai dari kekerasan mental, berubah menjadi kekerasan fisik, kemudian
beralih pada kekerasan seksual? Atau mungkin ditemui variasi lainnya?
5.
Causes:
Apakah penyebab terjadinya kekerasan pada anak? Apakah itu merupakan perihal
yang lumrah dalam suatu kelas masyarakat, agama atau etnis tertentu? Apakah hal
itu lebih sering terjadi pada situasi dan kondisi yang tengah baik ataukah
buruk?
6.
Consequences: Seberapa besar kekerasan tersebut berdampak pada anak, baik terjadi
dalam periode singkat maupun panjang? Apa sajakah perubahan yang tampak dari diri
korban akibat kekerasan tersebut?
Dalam pemeriksaan data, kita akan menemukan pola-pola lain
yang muncul akibat variasi lintas observasi dan merepresentasikan tipe kasus
yang berbeda dari studi. Menurut Michael Huberman dan Matthew Miles, hal
tersebut dapat dipecahkan dengan menentukan dua bentuk analisis lintas studi: variable-oriented analysis ataukah case-oriented analysis. Apabila kita
menggunakan bentuk yang pertama, variable-oriented
analysis, maka analisis berkecenderungan untuk mendeskripsikan dan
menjelaskan variabel-variabel yang ada. Sedangkan, apabila case-oriented analysis yang digunakan, maka analisis lebih
berorientasi pada penjelasan satu atau beberapa kasus berdasarkan pengamatan
yang seksama di setiapnya.
Lebih jauh, adapun pendekatan yang dapat digunakan untuk
mengungkap dan menjelaskan berbagai pola tersebut antara lain dengan
menggunakan metode grounded theory, semiotika
dan analisis percakapan. Metode Grounded Theory (GTM/Grounded Theory Method) merupakan pendekatan
induktif (khusus-umum) dalam penelitian, untuk pertama kalinya diperkenalkan
oleh Barney Glaser dan Anselm Strauss, bagi pendekatan ini teori merupakan hasil
generalisasi pengamatan data ketimbang penempatannya (teori) secara deduktif
(umum-khusus). Semiotika (Semiotics) merupakan studi mengenai tanda
atau simbol berikut pemaknaan yang melekat padanya, studi tersebut tak lepas
dari konteks analisis yang tengah dilakukan. Analisis Percakapan (CA/Conversation
Analysis) merupakan analisis yang cermat terhadap setiap detail percakapan
dengan subyek yang diteliti, didasarkan pada transkrip yang lengkap termasuk ketika
percakapan subyek tengah terhenti, ragu-ragu dan juga tertawa.
Memproses data kualitatif lebih tampak sebagai “seni”
dalam ilmu pengetahuan. Setidaknya, terdapat tiga kata kunci di dalamnya; mengkode/kodefikasi
(coding), pencatatan/notifikasi (memoing) dan pemetaan konsep (concept mapping). Berbeda halnya dengan
standar kodifikasi dalam analisis statistik, kodifikasi unit yang terdapat
dalam analisis kualitatif dapat dilakukan bersamaan dengan data yang diperoleh.
Meskipun umumnya kode diturunkan melalui teori yang digunakan, kini para
peneliti telah banyak menggunakan kodifikasi terbuka di mana kode dihasilkan
melalui pengamatan serta pengujian seksama atas data. Setidaknya, terdapat dua
bentuk kodifikasi dalam Grounded Theory,
yakni axial coding dan selective coding. Axial coding merupakan analisis ulang dari hasil penelitian,
bertujuan untuk mengidentifikasi konsep penting dan general. Sedang, selective coding dibuat dalam open coding maupun axial coding untuk mengidentifikasi konsep sentral yang terorganisir
dalam konsep-konsep lain yang telah teridentifikasi dalam materi tertulis.
Memoing atau pencatatan/memo terdiri dari beberapa tahapan, yakni
menangkap makna kode, kerangka teori, membuat kesimpulan awal dan berbagai
pemikiran lainnya yang bakal berguna selama analisis. Berbagai pencatatan
berguna dalam menggambarkan dan mendefinisikan konsep, menentukan permasalahan
metodologis atau menawarkan formulasi teori. Pada akhirnya, penyatuan seluruh
pencatatan bakal menggambarkan keseluruhan proyek yang dilakukan, yakni sebuah
narasi yang koheren dan komprehensif, melaluinya dapatlah dilakukan kontekstualisasi
teoretis kemudian. Sedang, pemetaan konsep merupakan penyajian berbagai konsep
dan hubungan yang terdapat di dalamnya secara grafis, hal tersebut berguna
dalam upaya mengkonstruksi suatu formulasi teori.
Menurut Strauss dan Corbin, setidaknya terdapat tiga bentuk
pencatatan, antara lain;
-
Code notes ‘pencatatan kode’: pencatatan terkait berfungsi untuk mengidentifikasi label
kode dan maknanya. Hal tersebut dirasa penting mengingat di setiap penelitian
sosial kita sering menggunakan istilah-istilah yang bermakna ganda—secara teknis
dan prokem (keseharian).
-
Theoretical notes ‘pencatatan teoretis’: pencatatan ini meliputi beberapa variasi topik
antara lain refleksi dari dimensi berikut pemaknaan terdalam atas konsep,
hubungan antarkonsep, proposisi teori dan lain sebagainya.
-
Operational notes ‘pencatatan operasional’: merupakan pencatatan yang berkaitan erat
dengan isu-isu metodologis, beberapa bagiannya akan sangat berguna untuk
memahami data nantinya, sedang sebagian yang lain akan mengarahkan (menjaga
arah/konsistensi) dari penelitian ke depannya.
Pada ranah yang berlainan, ditemui pula beberapa
program komputer untuk mempermudah analisis data kualitatif, antara lain; The
Ethnograph, HyperQual, HyperResearch, HyperSoft, NUD*IST, Qualrus, QUALOG, Textbase
Alpha, SONAR dan Atlas.ti. Di antara berbagai program tersebut, kiranya NUD*IST
(Nonnumeric Unstructured Data, Index
Searching and Theorizing) dengan software
layaknya word processors, database programs dan spreadsheets menjadi program yang
terpopuler. Program tersebut menawarkan representasi beragam genre (aliran/bentuk/jenis) yang ada
secara adil. Pengoperasiannya pun tergolong mudah, hanya saja teks syarat berformat
plaintext. Dengan demikian, menilik penggunaan
software komputer pada penelitian
kualitatif, dapatlah dikatakan bahwa meskipun metode analisis kualitatif dan
kuantitatif terkadang menunjukkan ketidaksesuaian bahkan kompetisinya satu sama
lain, namun nyatanya banyak penelitian kerap meminta agar ragam keduanya
digunakan dalam satu proyek yang sama.
*****
Review
Chapter 14: Quantitative Data Analysis
The
Practice of Social Research (11th Edition)
By Earl Babbie
Babbie membagi bab terkait ke dalam lima subbab,
antara lain; Kuantifikasi Data, Analisis
Univariat, Perbandingan Subgrup, Analisis Bivariat serta Pengantar pada
Analisis Mutivariat.
Beberapa data penelitian layaknya usia dan pendapatan
sudah tentu berbentuk numerik. Umumnya, kuantifikasi[1]
meliputi koding (coding) ke dalam
kategori-kategori yang mampu memberikan representasi numerik. Di samping
mengembangkan sistem peng-kode-annya sendiri, para peneliti diperkenankan pula
mengenakan kode yang telah ada, semisal berbagai kategori yang telah diperoleh
melalui sensus pemerintah mengenai mata pencaharian penduduk, tentunya sejauh
skema peng-kode-an sesuai dengan tujuan penelitian. Perlu diketahui kiranya
bahwa codebook (baca: buku panduan
kode) berisi tentang; pengidentifikasi tanda yang membedakan dengan variabel, serta
kode tertanda sebagaimana tertera dalam atribut variabel.
Analisis univariat adalah analisis terhadap variabel
tunggal. Hal tersebut dikarenakan analisis yang tak menyertakan/meliputi dua
atau lebih variabel. Oleh karenanya, analisis terkait lebih bertujuan untuk
memberikan deskripsi (gambaran) ketimbang penjelasan. Lebih jauh, beberapa
teknik di dalamnya mengizinkan para peneliti untuk meringkas berbagai data yang
diperoleh agar lebih mudah diatur tanpa menutup kemungkinan beberapa detail data
disertakan. Distribusi frekuensi, rata-rata, pengelompokan data dan dispersi
pengukuran merupakan ringkasan data yang terdapat dalam analisis variabel
tunggal (univariat). Di sisi lain, perbandingan subgrup dapat digunakan untuk
menggambarkan persamaan dan perbedaan di antara berbagai subgrup yang berkenaan
dengan variabel.
Analisis bivariat lebih berfokus pada analisis antara hubungan
variabel ketimbang perbandingan grup. Analisis terkait menelaah lebih jauh hubungan
statistik antara variabel bebas (independent
variable) dengan variabel terikat (dependent
variable). Oleh karenanya, analisis bivariat lebih berorientasi pada penjelasan
ketimbang deskripsi. Hasil analisis bivariat umumnya berupa tabel-tabel relasi kemungkinan
antara variabel bebas dengan terikat. Pada ranah yang berlainan, analisis
multivariat dapat dikatakan sebagai analisis terhadap beberapa variabel,
analisis tersebut juga dapat digunakan sebagai penjelas hubungan antara dua
variabel secara lebih terperinci. Melalui berbagai uaraian singkat di atas,
kiranya dapat ditegaskan bahwa logika dan teknik yang terdapat dalam penelitian
kuantitatif sesungguhnya dapat pula diterapkan pada penelitian kualitatif.
Namun demikian, satu hal yang perlu diingat, orientasi awal dari analisis
kuantitatif tetaplah berupaya mengkonversi data numerik ke dalam statistik.
*****
Review
Chapter 15: The Elaboration Model
The
Practice of Social Research (11th Edition)
By Earl Babbie
Dalam bab ini, Babbie menjelaskan bahwa model
elaborasi dalam penelitian sosial merupakan metode yang terdapat dalam analisis
multivarian yang juga sekaligus menunjukkan landas-dasar pemikiran analisis sejenis
lainnya. Mengutip Paul Lazarsfeld dan Patricia Kendall, Babbie mengatakan bahwa
penggunaan logika elaborasi mampu menyajikan tabel hipotesis sebagaimana
ditunjukkan penelitian Samuel Stouffer mengenai tingkat pendidikan dan
penerimaan atas militer—sejauh mana mereka yang berpendidikan bersedia
bergabung dalam dunia militer. Lebih jauh, hubungan parsial dalam analisis
multivarian adalah hubungan observasi antara dua variabel bersamaan dengan kasus-kasus
subgrup yang didasarkan pada beberapa atribut variabel penguji atau pengontrol.
Di sisi lain, hasil observasi berupa hubungan kosong antara dua variabel tanpa
melibatkan variabel ketiga faktual menunjukkan hubungan antarvariabel yang
berlangsung secara konstan atau terkontrol.
Setidaknya, terdapat beberapa tahapan dasar dalam metode
elaborasi, antara lain;
1.
Mengidentifikasi
hubungan antara dua variabel yang dihasilkan melalui observasi.
2.
Memperhatikan
variabel ketiga (variabel penguji) yang cenderung bersifat konstan di mana kasus
yang tengah diteliti dibagi berdasarkan atribut variabel ketiga.
3.
Hubungan
asli antara dua variabel dihitung kembali berdasarkan subgrup-nya.
4.
Melakukan
perbandingan antara hubungan asli dua variabel dengan setiap subgrup (hubungan
parsial) agar memberikan pemahaman yang utuh mengenai keseluruhan hubungan.
Perbedaan logika hubungan antarvariabel ditentukan oleh,
apakah variabel penguji mendahului dua variabel sebelumnya ataukah justru
mempengaruhi keduanya. Adapun hasil dari analisis elaborasi adalah sebagai
berikut; replication ‘replikasi’, explanation ‘penjelasan’, interpretation ‘interpretasi’ dan specification ‘spesifikasi’.
Selanjutnya, Babbie mengemukakan pula istilah suppressor variable ‘variael penekan’, yakni variabel yang
menyembunyikan hubungan antara dua variabel: variabel pengganggu menyebabkan perubahan
yang tampak pada hubungan antara dua variabel lainnya (dari positif ke negatif,
atau sebaliknya). Lebih jauh, terdapat pula ex
post facto hypothesizing atau pengembangan dari hubungan prediksi hipotesis
yang telah diobservasi, merupakan ilmu pengetahuan yang valid mengingat tak
memperhitungkan hipotesis merupakan perihal yang tak mungkin.
*****
Review
Chapter 17: Reading and Writing Social Research
The
Practice of Social Research (11th Edition)
By Earl Babbie
Peneliti sosial dapat mengakses banyak sumber semisal
perpustakaan dan internet untuk mengorganisir sudut pandang tertentu atas suatu
literatur. Terkait penggunaan internet, perlu diingat bahwa internet merupakan
instrumen yang begitu membantu bagi peneliti sosial, namun ianya juga menyimpan
resiko tersendiri: tak semua yang kita baca di internet adalah benar. Kerap
kali, sumber asli yang dijadikan referensi diambil melalui sumber lain (tak
benar-benar membaca sumber pertama). Guna mengevaluasinya, kita pun perlu mengajukan
serangkaian pertanyaan sebagai berikut; Siapakah penulis artikel website tersebut? Apakah web tersebut benar-benar menyajikan sudut
pandang yang didasarkan pada fakta? Apakah web
tersebut memberikan referensi secara akurat dan lengkap? Apakah data yang
disajikan relevan (up-to-date)?.
Umumnya, berbagai website resmi
memberikan data yang terpercaya, meskipun beberapa di antaranya kerap error ketika ditangani subyek (pengelola
web). Oleh karenanya, pembaca website
syarat melakukan verifikasi (cross check)
data apabila memungkinkan, namun kutipan dalam web haruslah sebagaimana bilbiografi referensi lainnya: lengkap, dengan
demikian mengizinkan pembaca untuk menelusuri maupun me-review materi yang dikutip.
Namun demikian, perlu diingat kiranya bahwa membaca
literatur akademik berbeda halnya dengan membaca literatur layaknya novel. Dalam
“pembacaan” literatur akademik, syarat diawali dengan membaca abstrak dan
kesimpulan dengan metode skimming
(membaca sepintas/sekilas) agar memahami maksud dari tulisan terkait. Pembaca
literatur ilmu sosial harus berpikiran kritis dan menyiapkan sejumlah catatan
selama menyelami suatu literatur. Kunci pencatatan atas pembacaan suatu laporan
penelitian syarat meliputi orientasi teoritis, disain penelitian, metode
pengukuran, sampel (jika ditemui) dan berbagai pertimbangan spesifik lainnya
yang diperoleh dalam laporan. Lebih jelasnya, hal tersebut dapat dipetakan
sebagai berikut;
1.
Apakah
teori yang memayungi studi terkait?
2.
Bagaimana
variabel kunci layaknya androgynous, rasial dan segregasi gender
dikonseptualisasikan dan dioperasionalkan?
3.
Didasarkan
pada data apakah riset terkait?
4.
Apakah
terdapat variabel kontrol di dalamnya?
5.
Apakah
unit analisisnya?
6.
Apakah
tipe analisis yang digunakan?
7.
Apa
yang penulis/peneliti temukan?
8.
Apakah
kelebihan dan kelemahan studi terkait?
Penulisan riset sosial yang baik dimulai dengan
penulisan yang baik, dalam arti, perihal terpenting adalah penulisan yang “meng-komunikasi-kan”
bukan yang “mengesankan”. Dengan kata lain, mempertimbangkan maksud dari
tulisan penelitian berikut kapasitas pembaca merupakan hal yang harus dilakukan.
Menghindari plagiarisme juga menjadi hal yang esensial dalam penulisan, yakni menyajikan
pernyataan atau pemikiran orang lain tanpa menyertakan identitas mereka. Lebih
jauh, laporan penelitian syarat berisi sejumlah desain studi dan hasil
penelitian. Tentunya, analisis di setiap tahapan harus jelas, sedang kesimpulan
yang diberikan syarat spesifik tanpa harus terlampau detail. Di sisi lain,
untuk menulis laporan yang baik, penulis kudu
menyediakan detail catatan, mengintegrasi berbagai bahan pendukung dan
menggambarkan kesimpulan yang ekplisit (jelas). Pada akhirnya, penulis dapat mempresentasikannya
dalam forum profesional serta mempublikasikannya dalam suatu jurnal ilmiah.
*****
Referensi:
§
Babbie,
Earl. 2007. The Practice of Social
Research (11th Edition). USA: Thomson Wadsworth.
*****
0 komentar:
Posting Komentar