Karikatur
Nabi dalam Surat Kabar Perancis,
Umat Islam
Kembali Diprovokasi
Wahyu
Budi Nugroho
Pendiri
dan fasilitator Islamic Political Forum
(IPF), Fisipol-UGM
Belum reda betul amarah umat Islam
di berbagai belahan dunia akibat penyebaran film The Innocence of Muslims melalui situs Youtube, kini amarah umat Islam dunia kembali memuncak akibat publikasi
gambar karikatur Nabi Muhammad yang dimuat surat kabar Charlie Hebdo, Perancis.
Kejadian tersebut seolah mengulangi kejadian serupa di tahun 2005 di mana surat
kabar Jyllands-Posten, Denmark memuat gambar karikatur Nabi Muhammad dan segera menuai kecaman publik Islam internasional. Serangkaian kejadian di atas
kiranya menunjukkan secara eksplisit bahwa umat Islam memang sengaja diprovokasi
oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.
Pertanyaan yang bisa jadi muncul
kemudian adalah, apakah motif dari berbagai provokasi tersebut? Tak mudah
memang menjawab pertanyaan ini. Namun, apabila kita mengamati dengan seksama, provokasi
tersebut dapat memuat beberapa motif. Pertama,
sebagai jalan pintas yang sengaja ditempuh pihak-pihak tak bertanggung jawab
untuk mendongkrak pamor berikut popularitasnya secara sekejap. Dalam kasus
penyebaran film The Innocence of Muslims
misalnya, sutradara amatiran Sam Bacile alias Nakoula yang sebelumnya sama
sekali tak dikenal khalayak luas, seketika menuai popularitas internasional
akibat filmnya yang demikian menyudutkan umat Islam itu. Bisa jadi, apa yang
dilakukan Bacile lebih tampak sebagai tindakan putus asa untuk menjadi
terkenal. Kedua, sebagai upaya yang
ditempuh pelaku media, dalam hal ini pemilik surat kabar, untuk meraup
keuntungan materiil. Hal tersebut tampaknya jelas, apabila suatu surat kabar mengangkat
sebuah isu kontroversial, terlebih menyita perhatian publik internasional, di
samping bakal menaikkan pamornya di mata publik internasional, sudah tentu oplah
dari surat kabar tersebut bakal meningkat drastis sehingga mendatangkan
keuntungan yang berlipat-lipat bagi si pemilik surat kabar.
Menilik kedua poin yang sekiranya
menjadi motif provokasi umat Islam di atas, seyogyanya umat Islam di berbagai
belahan dunia dapat lebih bijak dalam merespon berbagai provokasi murahan
tersebut. Hal ini penting agar umat tak terpancing pada tindakan-tindakan yang
justru merugikan diri sendiri, semisal rusaknya fasilitas publik akibat aksi demonstrasi
anarkis, serta jatuhnya korban luka bahkan meninggal baik pada pihak aparat yang
berwenang maupun demonstran yang melakukan aksi protes. Di satu sisi, sudah
sepatutnya pihak-pihak yang sengaja melakukan provokasi tersebut sadar bahwa
implikasi dari tindakannya dapat bermuara pada persoalan yang jauh lebih serius,
tak hanya bagi keamanan masyarakat internasional, tetapi juga bagi dirinya
sendiri. Sebagai misal, apa jadinya bila negara-negara Timur Tengah sepakat melakukan
embargo minyak pada negara-negara Barat? Sudah tentu krisis minyak bakal
kembali menerpa dunia Barat. Hal tersebut sebagaimana terjadi pada dekade
1970-an di mana Raja Arab, King Faisal sengaja melakukan embargo minyak pada Amerika
Serikat akibat mendukung agresi Israel mencaplok sebagian wilayah Mesir.
Jangankan melakukan embargo minyak,
cukup dengan negara-negara Islam melakukan embargo terhadap berbagai produk makanan
dan kosmetik Barat yang berlabelkan “halal”, maka negara-negara Barat pun bakal
diterpa krisis keuangan yang jauh lebih akut ketimbang saat ini. Berdasarkan
data termutakhir (2010), pangsa pasar bagi berbagai produk Barat berlabelkan
halal pada tahun 2010 mencapai 1,3 hingga 1,8 milyar konsumen, dengan nilai
pasar atau perdagangan sebesar 634 juta dolar per tahun. Tak heran, Joe
Regenstein, seorang pakar ekonomi asal Cornell University, mengatakan bahwa
produk halal merupakan “tambang emas yang belum tersingkap”. Hal tersebut
ditambah dengan kenyataan bahwa Islam merupakan agama dengan laju perkembangan pemeluknya
yang paling pesat di dunia. Ini berarti, pangsa pasar bagi produk-produk halal pun
bakal kian meningkat di tahun-tahun mendatang.
Menilik
serangkaian implikasi yang dapat timbul akibat berbagai provokasi di atas,
sudah sepatutnya masing-masing pihak menyadari dan menghentikan berbagai
tindakan yang dapat mencederai satu sama lain. Ini semua dilakukan tak lain guna
menjaga kepentingan berikut kebaikan bersama.
*****
0 komentar:
Posting Komentar