"To revolt today, means to revolt against war" [Albert Camus]

 

Blog ini berisi working paper, publikasi penelitian, resume berikut review eksemplar terkait studi ilmu-ilmu sosial & humaniora, khususnya disiplin sosiologi, yang dilakukan oleh Wahyu Budi Nugroho [S.Sos., M.A]. Menjadi harapan tersendiri kiranya, agar khalayak yang memiliki minat terhadap studi ilmu-ilmu sosial & humaniora dapat memanfaatkan berbagai hasil kajian dalam blog ini dengan baik, bijak, dan bertanggung jawab.


Sabtu, 24 Desember 2016

Analisis Sosial "Telolet"

ANALISIS SOSIAL "TELOLET"
(SOSIOLOGI TELOLET)

[Gambar: merdeka.com] 
Wahyu Budi Nugroho
Sosiolog Universitas Udayana

“Telolet” adalah prinsip kelangkaan. Tidak setiap bus memiliki klakson telolet, dan meskipun ada bus yang memilikinya, belum tentu mereka mau membunyikan klakson telolet-nya. Inilah awalan yang membuatnya menarik, bahkan kini mulai menggejala dimana-mana. Berpegang pada prinsip kelangkaan tersebut, ditambah tidak setiap supir bus mau membunyikannya, telolet seakan menjadi begitu berharga di mata anak-anak. Mereka yang berhasil membuat supir bus membunyikan telolet seolah mendapat “hadiah”.

Permainan telolet ini menjadi kian mengasyikkan ketika digunakan gawai (baca: hp) untuk menangkap momen "peristiwa" dan bunyian telolet. Seperti permainan sepakbola yang memerlukan banyak fokus untuk mempertahankan keseimbangan; dari kaki, kemiringan tubuh yang diatur sedemikian rupa, pandangan mata, gerakan tangan seperti orang menari, hingga koordinasi dengan anggota setim; begitu juga permainan telolet dengan menggunakan gawai. Satu tangan anak-anak sarat mengacungkan jempol agar supir bus bermurah hati membunyikan telolet-nya, sedangkan tangan yang lain memegang gawai untuk merekam momen tersebut dengan baik (baca: sempurna), ditambah lagi keharusan anak-anak meneriakkan “Om, telolet Om!” kala bus hendak melintas. Permainan telolet mengindikasikan adanya fokus, ketepatan, ketangkasan, kecepatan, serta spontanitas karena berlalunya bus tak dapat diulang lagi; dan ketika bunyian telolet diperoleh, maka kepuasan tingkat tinggi pulalah yang dituai anak-anak.

...mengapa? Ini dikarenakan, setiap bus yang melintas adalah “sebuah kemungkinan”. Dalam arti, bisa saja bus tersebut mengabulkan pinta anak-anak untuk membunyikan telolet, atau sebaliknya: tidak. Upaya untuk “mencari kepastian” inilah yang kiranya juga mengasyikkan sekaligus mengusik; antara “iya” dan “tidak”, antara “diberi” atau “tidak diberi”; ibarat pemain hati yang menyatakan cinta ke banyak orang dan tinggal menanti jawaban mereka—iseng-iseng berhadiah. Oleh karenanya kemudian, setiap bus yang melintas selalu mengusik dan menggoda anak-anak, setiap bus yang melintas adalah sebuah “misteri”; apakah ia akan memberikan telolet-nya atau tidak.

Prinsip kedua yang tak kalah penting dari fenomena telolet ini adalah “prinsip pertukaran”. Anak-anak menuai kebahagiaan ketika memperoleh telolet-nya, begitu juga dengan sang supir bus yang membunyikannya. Ini dikarenakan, setelah sekian lama profesi supir bus cenderung terpinggirkan dan menjadi profesi “yang kurang dianggap” di masyarakat—meskipun pemasukan mereka sesungguhnya tak sedikit—kini mereka memperoleh perhatian lebih, bahkan pengakuan dari masyarakat luas, fenomena terkait sedikit-banyak mengangkat gengsi profesi mereka dan menimbulkan kebanggaan tersendiri, bahwa mereka setidaknya dapat "berkontribusi" meskipun hanya lewat bunyian telolet. Dapat dipastikan, akan semakin banyak supir bus yang bermurah hati memberikan telolet-nya pada anak-anak, juga pada orang-orang dewasa yang menunggu mereka di pinggir jalan, bahkan tanpa diminta sekalipun, ini dikarenakan hubungan antara supir bus dengan para “pemburu telolet” sesungguhnya merupakan “hubungan yang saling menguatkan” karena masing-masing pihak merasa diapresiasi, pun sekaligus membuktikan betapa interaksi (kontak sosial) adalah sesuatu yang menyenangkan.

Namun demikian, meskipun kini fenomena telolet mendunia, ia takkan berlangsung lama, akan semakin banyak dijumpai supir bus—dan truk—yang memasang telolet pada armadanya, bahkan masyarakat umum pada kendaraannya. Pun, akan semakin banyak telolet yang diumbar sehingga ia menjadi “mudah” dan murah, ini sekaligus melawan prinsip "kemungkinan" atau “misteri” yang bersifat mengusik dan menggoda. Saat telolet menjadi murah dan mudah itulah kejenuhan akan timbul. Lalu, apa yang mesti kita lakukan? Ya, menikmati telolet selagi menjadi tren. Om, telolet Om!

1 komentar:

DJie mengatakan...

indonesia

Posting Komentar

Facebook Connect

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger