ANTARA GOLONGAN AKTIVIS DAN PROFESIONAL
Wahyu Budi Nugroho, S. Sos
“Berbuat tanpa berharap...” (Jean Paul Sartre)
Tak diragukan lagi bahwa para mahasiswa kelak akan menjadi aktor-aktor yang memegang berbagai peran penting dan strategis dalam pemerintahan. Semenjak duduk di bangku kuliah, mereka sudah dapat dipetakan secara jelas, setidaknya terdapat tiga golongan mahasiswa: Pertama, mahasiswa hedonis; Kedua, mahasiswa aktivis; dan Ketiga, mahasiswa profesional.
Mahasiswa golongan pertama tidak memiliki orientasi yang jelas akan masa depan, kerjanya sekedar bersenang-senang dan foya-foya, adapun di antara mereka yang lahir dari keluarga berada, nantinya dengan mudah menempati posisi nyaman dengan kekuasaan yang dimiliki orang tuanya, atau dapat pula mewarisi bisnis keluarga. Mahasiswa golongan kedua (aktivis), adalah mereka yang masuk dan aktif bergerak dalam berbagai macam organisasi kemahasiswaan yang membawa muatan ideologi-ideologi tertentu seperti pembebasan masyarakat, pengentasan kemiskinan masyarakat serta membela kaum yang lemah dan tertindas. Sedangkan mahasiswa golongan ketiga, yaitu mahasiswa profesional, memiliki ciri-ciri yang mudah dilihat, mereka adalah mahasiswa yang individualis, tidak begitu antusias terhadap pergaulan luas, memiliki semangat kompetisi yang besar dan nilai IP yang tinggi, mereka tak segan-segan menjatuhkan teman-temannya yang lain demi prestis dan kebanggaan diri. Berbicara masalah situasi dan kondisi tanah air saat ini, kita perlu menaruh perhatian lebih terhadap dua golongan terakhir mahasiswa yaitu golongan aktivis dan profesional.
Umumnya, berbagai organisasi yang diikuti oleh mahasiswa aktivis memiliki jaringan dengan partai-partai besar tanah air, sebut saja KAMMI dengan PKS, KMNU dengan PKB, IMM dengan PAN dan GMNI dengan PDI-P. Dengan demikian, setelah mereka lulus dari bangku kuliah besar kemungkinan dapat menjadi kader-kader partai terkait. Di sisi lain, mahasiswa profesional umumnya lebih memilih karir sebagai akademisi, staf ahli pemerintahan dan sejenisnya. Tak menutup kemungkinan kedua golongan mahasiswa tersebut nantinya bakal menempati berbagai posisi kunci pemerintahan, golongan aktivis melalui siklus regenerasi partai berikut kecakapan yang ditunjukkannya, sedangkan golongan profesional melalui banyaknya publikasi ilmiah dan pemikiran yang dicetuskannya (buku, artikel, pembicara seminar, narasumber berbagai media massa, dll.).
Ketika baik golongan aktivis maupun profesional masuk ke dalam kancah pemerintahan, keduanya dituntut memiliki komitmen moral yang tinggi untuk bekerja demi kepentingan rakyat. Hal ini harus diakui sebagai sesuatu yang baru bagi golongan profesional yang sebelumnya memang sekedar bekerja demi kepentingan dan kepuasan pribadi. Lebih jauh, permasalahan akan muncul ketika kemudian kedua golongan di atas mengingkari komitmennya pada rakyat, sebagai misal melakukan tindakan korupsi yang merugikan masyarakat luas.
Namun demikian, apabila kita cermati, tindakan tak terpuji yang dilakukan kedua golongan di atas memiliki intensitas dan cakupan dampak yang jauh berbeda satu sama lain. Dalam hal ini, kalangan elit pemerintahan yang pada awalnya dikenal sebagai aktivis sosial dan muncul di hadapan publik melalui keanggotaannya dalam partai tertentu bakal menuai respon negatif rakyat yang jauh lebih besar ketimbang golongan profesional.
*****
ak termasuk golongan ndi yo :p
BalasHapuswaduw, saya berharap anda golongan profesional, tidak harus sama persis karakternya, at least anda tidak masuk partai, hehe, salam ;)
BalasHapusinfonya menarik... mari berkunjung ke http://bloggyenarie.blogspot.com Kumpulan berita terbaru terunik dan menarik serta artikel, puisi, tips, dan trik.
BalasHapusterima kasih banyak bung GyeRie, segera menuju ke TKP :)
BalasHapus