Review
Chapter I: The Study of Public Policy
“PUBLIC POLICY-MAKING”
Oleh:
Wahyu Budi Nugroho
Pendahuluan
Chapter pertama dari “Public Policy Making” memberi uraian yang begitu jelas dan padat atas pentingnya studi mengenai kebijakan publik dilakukan. Beberapa alasan yang dikemukakan terkait hal tersebut adalah eksistensinya yang begitu vital pada kehidupan masyarakat dan hubungannya dengan negara di mana kontrak sosial dan politik telah terjalin di antara keduanya. Lebih jauh, bab ini menyuguhkan pula berbagai definisi mengenai kebijakan publik yang ditelurkan para ilmuwan politik berikut diskursus di dalamnya yang terjadi dari waktu ke waktu. Tak hanya itu saja, setelah puas menyajikan berbagai definisi mengenai kebijakan publik, uraian berlanjut pada penjelasan mengenai berbagai teori pembuatan kebijakan. Namun demikian, kiranya perlu dicatat bahwa di satu sisi studi kasus kebijakan publik dalam bab ini lebih difokuskan pada konstelasi sosial dan politik lokal Amerika Serikat, meskipun harus diakui memang, komparasinya atas sistem politik negara lain dilakukan pula. Lebih jauh, berbagai hal di atas akan diuraikan dalam review berikut.
Chapter I: Studi Kebijakan Publik
Terdapat berbagai definisi mengenai kebijakan publik, namun kiranya perlu dicatat bahwa definisi mengenai kebijakan publik haruslah mencakup berbagai hal atau elemen yang menyertainya. Secara luas, kebijakan publik didefinisikan dengan “hubungan antara unit-unit negara dengan lingkungannya”. Di satu sisi, dalam ranah yang lebih spesifik, seperti apa yang dilontarkan Richard Rose, menurutnya kebijakan publik adalah “aktivitas tertentu yang mengakibatkan begitu banyak atau sedikit suatu rentetan peristiwa”. Tak mau ketinggalan, Friedrich menambahkan bahwa kebijakan haruslah ditujukan pada suatu kepentingan. Melalui berbagai definisi di atas, secara garis besar kebijakan publik haruslah memenuhi syarat berikut. Pertama, mengarah pada tujuan, kedua, menyiratkan ketegasan dan kejelasan yang diputuskan oleh pihak yang memiliki legitimasi (dalam hal ini pemerintah) dan ketiga, suatu kebijakan haruslah mengindikasikan “apa yang memang seharusnya dilakukan pemerintah”.
Di satu sisi, telah lumrah muncul pertanyaan terkait berbagai dampak yang ditimbulkan dari berbagai putusan (kebijakan) di atas, maka di sinilah arti penting studi atas kebijakan publik dilakukan. Dalam melakukan studi atas kebijakan publik, faktual metode ilmiah dapat digunakan untuk mengidentifikasi asal usul, proses perkembangan dan konskuensi yang ditimbulkannya bagi masyarakat. Di sisi lain, dalam melakukan pembelajaran atasnya tak dapat dipungkiri bahwa kita akan menemui masalah klasik dalam ilmu-ilmu sosial dan politik terkait suatu konsepsi yang seharusnya bebas nilai ataukah tidak. Lebih lanjut, guna mengidentifikasi permasalah tersebut, muncullah berbagai perspektif teori guna menjelaskan fenomena tersebut. Berbagai kontruksi teoretis tersebut antara lain,
1. Teori Rasional-Komprehensif
Teori ini merupakan salah satu perangkat guna menjelaskan fenomena kebijakan publik yang paling banya diterima di antara berbagai teori lainnya. Beberapa elemen teori rasional-komprehensif antara lain,
- Pembedaan makna dari berbagai masalah yang ada
- Pencapaian tujuan, nilai dan objektivitas merupakan hal penting bagi pembuat keputusan
- Memiliki beragam alternatif atas masalah yang dihadapi
- Tiap alternatif dapat dibandingkan dengan alternatif lain
- Konsekuensi alternatif turut dipertambangkan demi pencapaian optimal tujuan, nilai dan objektivitas.
Kritik atas teori ini hadir melalui Charles Lindblom yang menyatakan bahwa pembuat keputusan menghadapi masalah secara konkret dan mendefinisikan masalah secara jelas.
2. Teori Pertambahan
Disebut pula sebagai incrementalism, muncul guna melengkapi teori rasional-komprehensif, memiliki beberapa unsur yang antara lain,
- Tak mengambil jarak dari lapangan (baca:realitas)
- Menyoroti kebijakan alternatif sebagai “tambahan” kebijakan sebelumnya
- Evaluasi dilakukan pada beberapa alternatif saja
- Masalah yang berbenturan dengan pembuat kebijakan harus di “redefinisi” guna mengembalikan keteraturan
- Berbagai analisis digunakan untuk membentuk konsensus yang objektif
- Berorientasi masa depan
Terkait teori di atas, Lindblom menegaskan bahwa konsep incerementalism begitu cocok bagi negara plural layaknya Amerika, sedang kritik yang dikemukakan atasnya adalah teori ini yang begitu konservatif serta terlalu fokus pada perintah sebagai ukuran segala sesuatu.
Pendekatan Campuran
Pendekatan ini diperkenalkan oleh Etzioni yang menyatakan bahwa metode eklektik dengan menggabungkan kedua teori kebijakan di atas sebagai jalan guna mengatasi kesenjangan yang terjadi di antaranya satu sama lain. Namun demikian, terlepas dari konsep di atas, pertimbangan terkait “man behind the gun” yang berada di balik suatu kebijakan syarat diperhatikan pula. Hal tersebut antara lain mencakup nilai politik, nilai organisasi, nilai perseorangan, nilai kebijakan dan nilai ideologis.
3. Teori Sistem Politik
Menurut pendekatan ini, kebijakan publik dapat dilihat sebagai respon dari sebentuk sistem politik yang berlaku di suatu wilayah. Dalam studi kebijakan publik, teori ini memperkenalkan konsep “black box” sebagai wadah guna menampung aspirasi, pembentukan formasi politik dan menekenakan aspek lingkungan dalam proses politik.
4. Teori Kelompok
Teori ini menekankan kebijakan publik sebagai produk dari perjuangan antarberbagai kelompok yang saling bersaing. Dalam hal ini, ia dapat menjadi kelompok kepentingan ketika melakukan klaim melalui jalur pemerintahan. Pada perkembangannya, cukup banyak pula ditemui berbagai kelompok kepentingan yang pada akhirnya terintegrasi dalam mekanisime sistem politik.
5. Teori Elit
Teori elit menganggap bahwa kebijakan publik sekedar representasi dari sekelompok elit yang berkuasa (pemerintah). Teori ini menjelaskan termarginalkannya massa (baca: masyarakat) dlam proses pembuatan kebijakan. Thomas Dye dan Zeigler dalam The Irony of Democracy meringkas beberapa ide dari teori elit yang antara lain,
- Masyarakat tersegregasi pada kelompok yang memiliki kekuasaan dan tak memiliki kekuasaan
- Sebagian kecil dari mereka yang memiliki kekuasaan adalah pemerintah
- Gerakan elit pada mulanya bersifat perlahan dan berkelanjutan guna menjaga stabilitas dan revolusi
- Elit berpengaruh besar pada kesepakatan sistem sosial
- Kebijakan publik tak merepresentasikan kepentingan massa melainkan elit
- Elit lebih mempengaruhi massa ketimbang massa mempengaruhi elit
Disadari atau tidak, teori elit lebih memusatkan perhatian pada kepemimpinan sistem politik yang dengan demikian teori ini lebih memiliki kapabilitas guna menjelaskan fenomena yang terjadi pada negara-negara otoritarian dan totalitarian semisal berbagai negara blok komunis ketimbang negara plural layaknya Amerika.
Institusionalisme
Studi mengenai institusi pemerintahan merupakan salah satu bidang kajian “tua” dalam ilmu politik. Secara spesifik ia memusatkan perhatian pada institusi legislatif, eksekutif, kehakiman, partai politik serta kebijakan publik. Secara tradisional, pendekatan institusional menekankan pada aspek legal dan formal institusi pemerintahan terkait keorganisasian, legal-power, aturan prosedural, fungsi berikut aktivitasnya. Lebih jauh, pendekatan ini menyoroti kenaifan pernyataan unggulnya satu perspektif dibandingkan perspektif lain karena semua hal tersebut tak lepas dari situasi dan kondisi yang melingkupinya.
Kesimpulan dan Penutup
Melalui berbagai uraian dan penjabaran di atas, dapatlah ditelaah berbagai definisi dan perspektif yang berkembang dalam studi kebijakan publik. Di satu sisi, pembahasan yang telah disajikan di atas menunjukkan pula bahwa faktual berbagai perspektif dalam studi kebijakan publik bersifat parsial. Namun demikian, kiranya hal tersebut didamaikan secara “apik” dengan munculnya kajian atas institusionalisme sebagai penutup bab buku ini.
Demikian review Chapter I: The Study of Public Policy dari eksemplar “Public Policy-Making” disusun...
∞
Tidak ada komentar:
Posting Komentar