Facebook dan “Degradasi Komunikasi”
By Wahyu Budi Nugroho
Tercatat, hingga kini Facebook memiliki lebih dari lima ratus juta pengguna aktif di saentaro dunia. Ini membuktikan betapa kuatnya pengaruh media jejaring sosial dunia maya ciptaan Mark Zuckerberg yang diluncurkannya tujuh tahun lalu (2004). Melalui beragam fitur yang ditawarkannya seperti; update status, comment hingga chat online, tak pelak kian menambah derasnya arus informasi di seluruh penjuru dunia—pembaharuan informasi di setiap jam, menit dan detik. Dengan demikian, tak berlebihan pula menempatkan Facebook sebagai avant-garde posmodernitas dewasa ini—posmodernitas: era di mana produksi informasi lebih masif ketimbang manufaktur.
Namun, apabila kita menilik pemikiran George Mierson mengenai “degradasi komunikasi”, kiranya Facebook “berpotensi besar” terklasifikasi di dalamnya (degradasi komunikasi). Menurut Mierson, degradasi komunikasi dapat pula dikatakan sebagai “komunikasi sampah”, yakni sebentuk komunikasi yang telah kehilangan “makna”. Apa yang dimaksudkannya adalah, kerap munculnya letupan-letupan informasi yang sesungguhnya “tak berguna” dalam proses komunikasi (interaksi). Dengan kata lain: “Sesuatu yang tak perlu disampaikan, namun disampaikan”. Hal tersebut jelas tak memenuhi asas manfaat berikut rasionalitas instrumental (efisiensi dan efektifitas) dalam komunikasi. Lebih jauh, Mierson mencetuskan sebuah "rumus" yang berbunyi, “Lebih dari tiga ribu kata dalam satu jam; sama halnya dengan komunikasi sampah”.
Terkait berbagai hal di atas, muatan degradasi komunikasi dalam Facebook tampak melalui kerapnya muncul update status dan comment yang “tak penting” dari para penggunanya. Di sisi lain, lamanya waktu chat online yang dilakukan pengguna—terutama jika lebih dari satu jam—turut andil pula dalam penciptaan degradasi komunikasi di dalamnya. Agaknya, mendudukkan Facebook tetap dalam koridor komunikasi yang syarat memenuhi aspek “manfaat” dan rasionalitas instrumental merupakan tantangan yang kita hadapi bersama di era posmodern dewasa ini.
“Lebih dari 3.000 kata dalam 1 jam = komunikasi sampah”
(Mierson)
Referensi:
- Hermawan, Ricardo. 2009. The Drop Out Billionaire (Menjual Ide ala Mark Zuckerberg). Yogyakarta: Galangpress.
- Mierson, George. 2003. Heidegger, Habermas dan Telepon Genggam. Yogyakarta: Jendela.
# # #
Kalau gitu, kaskus pun juga termasuk wadah 'komunikasi sampah', terlalu banyak komunikasi yang intinya hanya 'junk'.
BalasHapuswah, saya kurang begitu tahu tentang kaskus bung, jadi tidak bisa asal komentar di sini. sejauh ini, saya baru mengamati pola komunikasi dalam fb. thanks for the comment, bung! ;)
BalasHapusBung Wahyu, saya setuju2 aja dengan pandangan tersebut, banyaknya postingan maupun coment yg seharusnya tdk perlu, memang semakin menguatkan hal tersebut. Jangan2 kita sekarang telah mengalami dan bahkan mungkin telah larut pd 'degradasi komunikasi'..Bung Wahyu, saya setuju2 aja dengan pandangan tersebut, banyaknya postingan maupun coment yg seharusnya tdk perlu, memang semakin menguatkan hal tersebut. Jangan2 kita sekarang telah mengalami dan bahkan mungkin telah larut pd 'degradasi komunikasi'..
BalasHapusSetuju..sekali..banyak status..status..yang kadang..malah membikin risih..
BalasHapus@Muhammad Kasim Global: yap, betul sekali bung. salam hangat ;)
BalasHapus@Fajar: thanks bung for the comment :)