ANTROPOLOGI BERAGAMA[1] EVANS PRITCHARD:
AGAMA SEBAGAI MANIFESTASI KEPENTINGAN PERSONAL DAN
SOSIAL
Oleh:
Dedy Ilham Perdana & Wahyu Budi Nugroho
Pendahuluan
Sebagaimana
diutarakan Dr. Nico Syukur Dister (1994: 21), pengalaman berikut motivasi
beragama bagi individu maupun kolektif bersifat personal, dalam arti; langsung,
intuitif dan afektif. Bisa jadi, pengalaman tersebut lebih sesuai bila
diistilahkan sebagai sebentuk “pengalaman eksistensial”, yakni sejenis
pengalaman yang mentransformasi struktur dunia obyektif pada subyektif (Lathief,
2010: 62). Argumen tersebut, setidaknya senada dengan pendapat para antropolog
bermahzab sosiologi-Perancis layaknya Durkheim—yang juga sosiolog, Lucien
Levy-Bruhl, serta aliran antropologi empiris-Inggris semisal A. R.
Radcliffe-Brown, dan terutama Evans Pritchard yang tak hanya bersentuhan dengan
kedua tradisi antropologi di atas, tetapi juga bersentuhan dengan tradisi
antropologi-Victorian (ortodoks), dan berupaya meramu ketiganya menjadi konsep
antropologi besutannya sendiri yang unik lagi orisinal (Pals, 2001: 340-346).
Terkait pengaruh yang diperolehnya
melalui tradisi sosiologi-Perancis dan antropologi empiris-Inggris, Pritchard cukup
banyak belajar mengenai perlunya pemahaman subyektif dalam memahami fenomena ke-beragama-an
individu maupun kolektif. Melalui Durkheim, Pritchard menginsyafi bahwa upaya
guna memahami fenomena sosial syarat dilakukan dengan melakukan observasi
secara menyeluruh, bukannya secara parsial atau “setengah-setengah”. Di sisi
lain, Levy Bruhl membuka cakrawala Pritchard akan naifnya anggapan para
antropolog semisal Tylor dan Frazer yang menempatkan orang-orang awal
(primitif) sebagai manusia-manusia bodoh, penuh takhayul berikut kekanak-kanakkan.
Sedang, melalui tradisi antropologi-Victorian Pritchard mengamini kegunaan metode
bercorak positivis layaknya pengumpulan, perbandingan serta pengklasifikasian
fakta yang demikian ketat dan terkontrol. Lebih jauh, melalui corak
antropologinya yang khas di atas, Pritchard mengemukakan bahwa pengalaman dan
motivasi beragama yang dimiliki individu maupun kolektif kental dipengaruhi
oleh kepentingan (baca: kenyamanan) personal dan sosial dari individu/kolektif
terkait (Pals, 2001: 340-346).
Relasi antara Agama dengan Kepentingan Personal dan
Sosial menurut Evans Pritchard
Dalam teorinya mengenai hubungan
yang kental antara keyakinan yang dianut individu/kolektif terhadap kepentingan
personal dan sosial, Pritchard mengambil misal fenomena ke-beragama-an suku
(masyarakat) Zande dan Nuer di wilayah Sudan, Afrika Selatan. Sebagai misal,
suku Zande dan Nuer yang dinyatakan demikian irasional oleh para antropolog
Barat—bermahzab Victorian—sesungguhnya demikian rasional menurut Pritchard. Hal
tersebut mengingat, baik suku Zande maupun Nuer menggunakan cara-cara mistik
guna menjelaskan setiap fenomena yang terjadi dalam keseharian hidup mereka. Secara
konkret, hal terkait dapat dimisalkan dengan jampi-jampi dukun yang mujarab dalam menyembuhkan penyakit anggota
suku. Begitu pula, pembuktian yang dilakukan dukun melalui mati-tidaknya seekor
ayam sebagai tanda terdapat-tidaknya kejahatan mistis yang dilakukan seseorang
(dukun jahat) (Pals, 2001: 347-349).
Lebih lanjut, Pritchard (dalam Pals,
2001: 352) mengutarakannya sebagai berikut,
…namun kebutaan (ketidaktahuan) mereka tidak
disebabkan oleh kebodohan, karena mereka memperlihatkan kecerdasan yang tinggi
dalam memberi alasan tentang kegagalan atau ketidaksamaan dari ramalan racun
dan ketajaman eksperimental untuk mengujinya. Agaknya, ia lebih dikarenakan oleh
fakta bahwa kecerdasan intelektual dan ketajaman eksperimental mereka
dikondisikan oleh pola perilaku ritual dan kepercayaan mistik…
Tegas dan jelasnya, Pritchard hendak
menyatakan bahwa faktual keyakinan beragama sekedar diketahui oleh orang-orang
tertentu—yang memeluknya, ia memiliki dimensi intelektual sebagaimana
orang-orang tersebut memandangnya, dan perihal yang terpenting lagi, agama
tersebut benar-benar dirasa “sesuai” bagi diri mereka sendiri. Melalui
pernyataan tersebut, Pritchard menunjukkan eksisnya relasi antara agama dengan kepentingan
personal dan sosial dari individu/kolektif pemeluknya, dan dalam ranah yang
lebih luas, kesemuanya terintegrasi dalam sebentuk sistem kultural tertentu
(Pals, 2001: 381).
Praksis Konsep Antropologi Beragama-Evans Pritchard di
Era Kontemporer
Di era modern dewasa ini, cukup
banyak penjelasan Pritchard yang dapat dilihat dalam keseharian hidup
masyarakat Indonesia. Sebagai misal, individu yang berpindah agama agar dapat
menikah dengan kekasihnya yang berlainan agama. Contoh konkret dari perihal
tersebut adalah menikahnya Markus Horison, kiper timnas sepakbola Indonesia,
yang beragama Kristen dengan Kiki Amalia, artis tanah air, yang beragama Islam
(Edwan & Tampubolon, 2009). Dalam perspektif antropologi
beragama-Pritchard, secara personal, tindakan tersebut ditempuh Markus supaya dapat
terus bersama dengan orang yang dikasihinya—Kiki Amalia. Sedang, secara sosial,
ia melakukannya agar keberadaan dirinya dapat diterima oleh lingkungan keluarga
sang kekasih atau lingkup sosial yang lebih luas lagi.
Di samping contoh di atas, semisal
seseorang yang berpindah agama sedari Islam pada Kristen dikarenakan alasan ke-praktis-an
dalam menjalankan ritual (ibadah) dapat pula dijadikan contoh akan konsep antropologi
beragama-Pritchard di era kontemporer. Begitu pula, kisah aktor kawakan Amerika
Serikat, Richard Gere, yang meneguhkan diri memeluk agama Budha setelah
sebelumnya merasakan ketenangan batin melalui meditasi yoga yang kerap
dilakoninya (Pri, 2011).
Kesimpulan dan Penutup
Melalui berbagai uraian dan
penjabaran singkat di atas, kiranya dapat ditelisik secara eksplisit konsep
antropologi beragama-Evans Pritchard di era kontemporer. Hal tersebut dapat
dimisalkan dengan seseorang yang berpindah agama agar dapat tetap bersama
kekasihnya, atau individu yang berpindah agama dikarenakan alasan-alasan
praktis dalam ritual, berikut seseorang yang berpindah agama dikarenakan
memperoleh ketenangan batin dalam ritual yang dilakoninya.
*****
Referensi:
Buku;
- Dister, Nico Syukur, 1994, Pengalaman dan Motivasi Beragama, Kanisius.
- Lathief, Supaat I., 2010, Psikologi Fenomenologi Eksistensialisme, Pustaka Pujangga.
- Pals, Daniel L., 2001, Seven Theories of Religion, Qalam.
Internet;
- Pri, 2011, Selebritas Hollywood Penggila Meditasi, http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/cetak/2011/07/07/4205/5/Selebritas-Hollywood-Penggila-Meditasi.html (15/05/2012).
- Ruriansyah, Edwan & Marco Tampubolon, 2009, Anak Pangkalan Brandan Menuju Pentas Asia, http://bola.vivanews.com/news/read/95628-anak_pangkalan_brandan_menuju_pentas_asia (15/05/2012).
[1] Istilah “antropologi beragama” sebagaimana
dimaksudkan di sini adalah telaah antropologis atas individu maupun kolektif yang
menganut keyakinan agama tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar