Kotak Besi
Flash-story
by Wahyu BN
LANGKAHnya
ajeg tergopoh, kerap ditentengnya pula stofmap, wadah dokumen, atau sejenisnya;
Bu Sofie, wakil dekan bidang akademik; jelaslah yang hendak ditujunya siang-terik
ini: lift.
Nyatanya,
ia datang terlambat, telah ramai segerombol orang di depan kotak besi. Di
sampingnya, seorang mahasiswa berkepentingan sama: turun ke lantai satu tanpa
berpeluh keringat menjejak empat tingkat.
Kotak besi
terbuka dan mulai menyedot segerombol orang di hadapnya. Cara kerjanya seperti vacuum cleaner, hanya saja, yang
disedotnya manusia. Sejurus, kotak besi terjejal-sesak orang dan sekedar
menyisakan satu tempat: bagi bu wakil dekan, ataukah si mahasiswa.
“Mari,
Bu” ucap ramah si mahasiswa, tentulah ia mengenal wanita ini.
Hampir
saja Bu Sofie mengayunkan langkahnya, sekonyong terlintas di benaknya: “Oh
ya, tiga bulan lagi aku maju jadi calon dekan!”.
“Mari
Mas, mari,” Bu Sofie balik mempersilakan. Apa yang diperbuatnya tak lain agar namanya
harum di kalangan mahasiswa. Getok-tinular
‘dari mulut ke mulut’; itulah promosi yang dimauinya.
“Oh
tidak Bu, mari; Ibu duluan saja,” mahasiswa itu masih keukuh mengalah.
“Oh
jangan begitu, mahasiswa juga punya urusan, harus didahulukan…” cetus bibir
manisnya.
“Aduh
Bu, kan’ lady first, Bu…”
“Sekarang
kan’ eranya emansipasi gender, Mas. Ladies
and gentleman sama aja. Silakan, Mas,”
Seorang
OB yang berada di dalam muak melihat tarik-ulur antar keduanya; ditutupnya
kotak besi.
Keduanya
kalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar