Arbeit
macht frei
Flash-story
by Wahyu BN
Arbeit macht frei ‘Kerja membuatmu bebas’;
tutur pagar masuk sebuah industri rumahan; bertempat persis di samping Selatan pasar
Giwangan, seberang agak menjorok-masuk dari terminal bus terbesar di Jogja.
Teng!
Teng! Teng!; bunyi meriah di tiap pagi, tanda dimulainya proses produksi.
Bunyinya itu-itu saja, teng dan teng; seringnya bekejaran, kadang
bersahut loyo, dan yang terjarang: lama bersambut. Kerajinan kuningan.
09.00.
Baru sejam, bunyi teng terdengar loyo. Ini gara-gara hadirnya Gita; Gita Wirjamban.
Loyonya ritme menjadi original soundtrack
peristiwa yang bakal terhelat.
“Kau
niat kerja tak?!”
“Maaf
Pak…, tadi,”
“Hash!
Tak perlu alasan!”
Gita
Wirjamban. Lahir piatu di jamban, putera almarhum penambang pasir Kali Code,
ibunya cuma buruh cuci rumahan, Atut namanya. Ini pagi Bu Atut agak meriang, antara
jadi-tak jadi masuk kerja. Gita menanti cemas putusan bundanya, dia-orang yang
mengantarnya enam hari seminggu.
Alhasil,
lambatnya putusan Atut berbuah koar Pak Yudho, majikan Gita.
“Gajimu
kupotong bulan depan!”
Gita terbelalak;
di ambang takut, tak berdaya, juga tak terima. Gaji bulan ini aja telat, kok
sampeyan tega Pak…, ujar lirih batinnya.
Diparkirnya
sepeda onthel. “Gajimu kupotong!” sejurus Pak Yudho mengulangi perkataannya. Gita
cuma bisa diam, sambil melangkah lesu menyusul bunyi teng yang kembali bekejaran.
Sesaat
setelah Gita mengambil selempeng kuningan, Pak Yudho kembali berkata-kata:
“Gajimu tak potong!”.
Putus
sudah syaraf sabarnya, ditatapnya Pak Yudho dengan muka kesumat.
“Maksudmu
apa, Pak?!”
“Maksudku;
kuingin kau juga memiliki tempat ini, kita bekerja bersama meningkatkan taraf
hidup; kerja keras! Disiplin!”
“Bagaimana
bisa?! Cara bapak memperlakukan saya saja seperti ini!”
“Aku
ayahmu…”
Ehe
ehe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar