“AUTISITAS SOSIAL” DALAM PERSPEKTIF JEAN P.
BAUDRILLARD
PERILAKU INDIVIDUALISME SEBAGAI KONSEKUENSI ATAS JEBAKAN “SIMULAKRA”
Wahyu Budi Nugroho
Setidaknya,
“autisitas sosial” dapat didefinisikan sebagai sebentuk perilaku antisosial-individu
(individualisme) yang disebabkan oleh situasi atau kondisi sosial yang
melingkupinya—non genetis. Terkait hal tersebut, pemikir posmodern asal
Perancis, Jean Paul Baudrillard, memiliki perspektif tersendiri dalam
memandangnya.
Menurut
Baudrillard, autisitas sosial disebabkan oleh terjebaknya individu pada perihal
yang diistilahkannya sebagai “simulakra” (simulacrum).
Sebagaimana kita ketahui, simulakra merupakan “ruang konversi” dari hal-hal
yang bersifat konkret pada abstrak, dan begitu pula sebaliknya: dari abstrak ke
konkret. Contoh dari perihal pertama (konkret ke abstrak) semisal, sinetron atau
film yang terdapat pada berbagai stasiun televisi. Manusia yang sejatinya
“konkret”—memiliki ketubuhan yang memakan ruang—faktual mampu termampatkan
sedemikian rupa dalam layar kaca (menjadi abstrak). Di sisi lain, contoh
perihal kedua (abstrak ke konkret) semisal, film kartun yang terdapat dalam
layar kaca. Sebagaimana kita ketahui, dalam dunia nyata tak mungkin ditemui sepotong
“spon” yang dapat berbicara (kartun SpongeBob
SquarePants), namun di dalam televisi hal tersebut menjadi mungkin
(konkret). Lebih jauh, simulakra dapat dimisalkan pula dengan internet, video games, aplikasi “avatar” bahkan
dalam bentuknya yang telah lampau: lukisan.
Dengan
demikian, bagi mereka remaja atau orang tua yang lebih memilih menghabiskan
banyak waktunya untuk menyaksikan sinetron atau film layar kaca ketimbang
melakukan serangkaian aktivitas sosial di luar rumah, dapatlah dikatakan telah
terjebak dalam simulakra. Begitu pula, bagi mereka anak-anak lebih memilih
untuk menyaksikan film kartun di rumah ketimbang bermain di luar bersama
teman-temannya, dapatlah dikatakan pula telah terjebak dalam simulakra. Hal
terkait kiranya dapat pula menjelaskan fenomena pecandu internet maupun video games—baik keduanya telah terjebak
dalam simulakra.
Bagi
Baudrillard, serangkaian perihal di atas menghantarkan pada suatu tesis, yakni
“berakhirnya kehidupan sosial”. Tegas dan jelasnya, Baudrillard menyatakan
bahwa bagi mereka yang telah terjebak dalam simulakra dapat dipastikan telah
berakhir kehidupan sosialnya, dan hal tersebut dapat terjadi pada siapapun:
baik tua maupun muda.
*****
Referensi:
§ Baudrillard,
Jean P. 2009. Masyarakat Konsumsi.
Yogyakarta: Kreasi Wacana.
2 komentar:
namun apabila "simulakra" justru sebagai media untuk menciptakan relasi dan interaksi sosial, maka autisitas sosial dalam perspektif jean paul baudrillad tidak menemukan relevansinya. pasti kita sering nonton bareng dengan keluarga atau teman. seringkali juga kita menjadikan main topic dan subtopic mengenai apa yang kita tonton (film), dan kita mainkan (game)kepada orang lain karena setiap orang memiliki "amunisi sosial" atau segala hal yang dia miliki baik itu pengetahuan, pengalaman, maupun keahlian yang digunakannya untuk menciptakan, mengendalikan, dan melanggengkan hubungan sosialnya dengan individu lain.
wow, luar biasa sekali komentar anonim di atas. untuk lebih lengkapnya bisa baca bukunya ben agger, 'teori sosial kritis', di situ ada subbab ttg berakhirnya kehidupan sosial ala baudrillard. bisa jadi, anda telah menelurkan antitesis atasnya, dan memang, siapapun berpotensi besar tuk meluluhlantahkan narasi besar yang ada ;)
Posting Komentar