Sketsa Pemikiran Jean P. Baudrillard
Oleh: Wahyu Budi Nugroho
“Aku tak membutuhkan iklan itu!
Bagaimanapun juga, aku tak memiliki daya tuk membelinya!”
- Pierre, L'Neant –
Jean Paul Baudrillard (1929-2007) adalah seorang filsuf asal Perancis yang
memiliki perhatian khusus terhadap fenomena konsumerisme masyarakat modern dan
keterkaitannya dengan perkembangan media massa kontemporer. Ia kerap
diklasifikasikan dalam jajaran pemikir posmodern meskipun pentasbihan tersebut selalu
ditolaknya. Setidaknya, terdapat beberapa pemikiran Baudrillard yang terkenal
dan mewarnai wacana keilmuan sosial-humaniora, antara lain; konsumsi simbol, simulacrum, hiperrealitas, distingsi, sampah
visual dan drugstore. Lebih jauh,
tulisan ini berupaya mengupas berbagai pemikiran Baudrillard tersebut secara
ringkas dan mudah dimengerti.
Konsumsi Simbol
Menurut Baudrillard, pola konsumsi masyarakat modern ditandai dengan
bergesernya orientasi konsumsi yang semula ditujukan bagi “kebutuhan hidup”,
menjadi “gaya hidup”. Baginya, hal tersebut tak lepas dari munculnya kelas
menengah pasca-Perang Dunia II secara masif akibat diterapkannya konsep ekonomi
keynesian. Mengamini pernyataan T. Veblen, kelas menengah merupakan “kelas
penikmat” yang dapat mengkonsumsi produk-produk kapitalis di pasaran. Hal
tersebut merupakan konsekuensi logis dari ekonomi keynesian di mana pelonggaran
anggaran pemerintah pada sektor publik menyebabkan masyarakat dapat menabung
dan membeli berbagai produk konsumtif yang ditawarkan.
Namun demikian, patut disayangkan, lambat-laun pola konsumsi masyarakat
pun mengalami perubahan, konsumsi yang mereka lakukan tak lagi berorientasi
pada kebutuhan hidup melainkan gaya hidup sebagaimana telah dipaparkan di atas.
Sebagai misal, kini seseorang akan lebih memilih produk “bermerek” ketimbang
produk sejenis lain yang berdaya guna sama dan berharga lebih murah. Bagi
Baudrillard, hal terkait menunjukkan betapa dewasa ini masyarakat lebih terpaku
pada konsumsi simbol ketimbang kegunaan.
Drugstore
Drugstore atau “toko obat” merupakan istilah yang digunakan Baudrillard guna menunjuk pada minimarket yang menjual berbagai barang kebutuhan sehari-hari dan umumnya beroperasi 24 jam penuh/hari. Sebagaimana filosofi toko obat di mana beragam obat penyakit ringan hingga berat terdapat di dalamnya,[1] minimarket-drugstore sebagaimana dimaksudkan Baudrillard berupaya menghindari “spesialisasi barang dagangan”. Meskipun dengan tempat yang terbatas, ia berupaya memanfaatkan setiap celah ruang yang ada sehingga beragam barang dagangan dapat terpampang di dalamnya. Ditilik secara positif, hal tersebut memang memudahkan para konsumen untuk berbelanja secara efisien, mereka tak perlu berpindah dari satu toko ke toko lainnya untuk membeli komoditas yang dibutuhkan. Namun demikian, ditilik secara negatif, keberadaan mini market-drugstore jelas “menggenjot” konsumerisme masyarakat, terlebih dengan kehadirannya 24 jam/hari di sekitar kita.
Simulacrum
Simulacrum atau “simulakra” merupakan sebentuk instrumen
yang mampu merubah hal-hal yang bersifat abstrak menjadi konkret dan begitu
pula sebaliknya: konkret menjadi abstrak. Beberapa instrumen yang dapat
terklasifikasikan di dalamnya antara lain; televisi, video games, komputer/internet, surat kabar dan majalah bahkan
lukisan. Contoh simulakra dalam merubah perihal konkret pada abstrak semisal
film. Sebagaimana kita ketahui, manusia yang senyatanya berwujud materiil
(konkret) dapat “dimampatkan” sedemikian rupa ke dalam layar televisi dan
berubah menjadi maya (abstrak). Sedang, contoh perubahan sedari abstrak pada
konkret dalam simulakra semisal film kartun SpongeBob
SquarePants. Dalam kehidupan sehari-hari, kita tak mungkin menemui sepotong
spon yang dapat berbicara, begitu pula bintang laut atau bahkan kepiting yang
dapat berbisnis hamburger, kesemuanya merupakan perihal khayal yang bersifat
abstrak (baca: imajinasi), namun dalam layar kaca semua hal tersebut dapat diwujudkan
(menjadi konkret). Demikianlah cara simulakra bekerja.
Hiperrealitas
Terminus di atas menunjuk pada segala sesuatu yang bersifat “melampui
kenyataan”. Menurut Baudrillard, hiperrealitas merupakan ciri paling kentara
yang dibawa simulakra. Sebagai misal, sebuah iklan parfum yang apabila seorang
lelaki memakainya maka perempuan seisi kota bakal mengikutinya. Begitu pula
dengan iklan minuman ringan yang dapat membuat seseorang melayang, atau iklan multivitamin
yang dapat membuat anak cerdas seketika. Tak pelak, seluruh perihal tersebut
sekedar menemui bentuknya sebagai hiperrealitas semata, yakni perihal yang tak
nyata atau tak mungkin dalam kehidupan sehari-hari. Secara kasar, dapatlah
dikatakan bahwa hiperrealitas merupakan “kebohongan” yang dibawa oleh simulakra.
Sampah Visual
Menurut Baudrillard, sampah visual merupakan kebiasaan akut para kapitalis yang gencar memasarkan produk-produknya melalui berbagai spanduk berikut banner di pinggiran jalan yang justru “mendistorsi” alam pikiran mereka yang melihatnya. Sebagai misal, suatu hari saya berjalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan, tiba-tiba saya terpesona dengan sebuah iklan kamera digital yang terpampang pada salah satu banner. Saya ingin memilikinya, namun saya tak memiliki cukup uang untuk membelinya, seketika timbul perasaan tertekan dalam diri—betapa miskinnya saya—alam pikiran saya terdistorsi (baca: tertindas) sedemikian rupa, rusaklah hari saya yang indah seketika itu juga.
Distingsi
Distingsi merupakan “jarak sosial” yang diakibatkan oleh pilihan selera.
Sebagai misal, konstruksi suatu kelompok atas musik dangdut sebagai low culture ‘budaya rendah’ secara
langsung bakal berimplikasi pada penilaian kelompok tersebut terhadap mereka
yang menggemari musik dangdut sebagai “kampungan” atau “orang desa”. Demikian
pula pada musik jazz semisal, mereka yang mengkonstruksinya sebagai high culture ‘budaya tinggi’, berimplikasi
pula pada penilaiannya bahwa para penggemar musik jazz merupakan orang-orang yang
berkelas. Melalui kedua contoh di atas, dapatlah ditilik betapa konstruksi yang
timbul akibat pilihan selera melahirkan perihal yang diistilahkan Baudrillard
sebagai “distingsi”.
Tesis Berakhirnya Kehidupan Sosial
Tesis Berakhirnya Kehidupan Sosial
Melalui kajiannya mengenai simulakra, Baudrillad mencetuskan pula tesis
tentang “berakhirnya kehidupan sosial”. Menurutnya, mereka yang terjebak dalam
simulakra dapat dipastikan telah berakhir kehidupan sosialnya. Sebagai misal,
seorang anak yang lebih memilih bermain video
games di rumah ketimbang bermain di luar bersama teman-temannya, para ibu
rumah tangga yang lebih memilih menonton sinetron ketimbang melakukan aktivitas
sosial di luar, begitu pula para pecandu internet atau bacaan (komik) yang
lebih memilih menghabiskan banyak waktunya guna melakoni kegemarannya tersebut
ketimbang berinteraksi dengan sesamanya. Dalam perspektif Baudrillard, kesemua
dari mereka dapat dikatakan telah terjebak dalam simulakra dan berakhir
kehidupan sosialnya. Sebagaimana telah dipaparkan di atas, televisi, video games, internet, bacaan bahkan
lukisan dapat terklasifikasi dalam simulakra.
*****
Referensi:
- Baudrillard, Jean P. 2009. Masyarakat Konsumsi. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
- Jones, Pip. 2009. Pengantar Teori-teori Sosial. Jakarta: YOI.
[1] Tersedianya beragam obat penyakit
ringan seperti panu, kadas, kutu air, dsj. yang kerap diidentikan sebagai
penyakit golongan kelas bawah hingga obat penyakit jantung atau kolesterol yang
diidentikan dengan penyakit golongan atas.
7 komentar:
dulu yg dpntgkn hnya kbtugan dsar, skrg kbtuhan skunder mulai diprhtungkan.
jgn lupa mampir ke eMingko Blog
bisa saja konsumtif bila di dukung dengan kemapuan dan fasilitas seperti yang ada di kota-kota besar kalau di pedesaan orang buat kebutuha hidup aja susah makanya sekarang banyak orang melakukan urbanisasi memenuhi kota-kota besar ditunggu coment bactnya di link artikenya ini
Terima kasih pak, penjelasan bapak mengenai Baudrillard terangkum secara apik, ringkas, dan yang paling penting mudah dimengerti
pak kok gak bisa di copas ya
ya emang, biar nggak gampang dicopas buat bikin paper mahasiswa. enak aje!
salam hangat,
wahyu bn
Bagus pak saya suka penjelasannya. Ada lagi tulisan tentang Baudrillard?
Keren penjelasannya. Tapi beberapa saya sgt tidak asing kata-katanya dari Ngaji Filsafat yg diampu oleh Fahruddin Faiz
Posting Komentar